Jakarta, MK Online - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar Sidang Panel Lanjutan Perkara No.84/PHPU.D-IX/2011 tentang Perselihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah Provinsi Papua Barat, di Ruang Sidang Pleno Lantai 2 MK, Jumat (12/8). Sidang yang dipimpin oleh Moh. Mahfud MD, didampingi Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati dan Anwar Usman, masing-masing sebagai anggota, mengagendakan pembuktian untuk mendengarkan keterangan ahli.
Dalam kesempatan tersebut, ada beberapa ahli yang dihadirkan oleh Pemohon maupun Pihak Terkait. Pihak Pemohon menghadirkan Ahli M. Laica Marzuki dan Maruarar Siahaan yang keduanya adalah mantan hakim konstitusi. Sedangkan dari Pihak Terkait, menghadirkan ahli, diantaranya HAS Natabaya, yang juga mantan hakim konstitusi.
M. Laica Marzuki, selaku Ahli yang dihadirkan oleh pihak Pemohon, menjelaskan bahwa Pasal 20 ayat 1 huruf a UU No 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua sebagaimana telah diubah dengan Perpu No.1 tahun 2008 yang kemudian ditetapkan menjadi UU No. 35 tahun 2008, mengatakan bahwa Majelis Rakyat Papua (MPR) mempunyai tugas dan wewenang untuk memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon gubernur dan wakil gubernur yang diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP).
“Jadi, sesudah DPRP menetapkan bakal calon Gubenur dan Wakil Gubernur mereka berkewajiban mengusulkan kepada MRP untuk diberikan pertimbangan dan persetujuannya untuk dijadikan dasar bagi Dewan Perwakilan Rakyat Papua untuk menetapkan sebagi calon Gubernur dan Wakil Gubernur,” jelas Laica Marzuki.
Lebih lanjut Laica Marzuki menghubungkannya dengan ketentuan yang terdapat pada Pasal 37 Ayat (3) Peraturan Pemerintah No. 54 tahun 2004 tentang Majelis Rakyat Papua yang mengatakan bahwa hasil pertimbangan dan persetujuan MRP, diberitahukan secara tertulis kepada pimpinan DPRP paling lambat 7 hari terhitung sejak tanggal pengajuan.
Oleh karena itu, menurut Laica, diduga kuat penyelenggaraan proses Pemilu Kepala Daerah Gubernur dan Wakil Gubernur di Papua Barat melanggar ketentuan UU. “Karena KPU Papua Barat telah melangkai tugas dan wewenang DPRP Papua Barat dengan menyerahkan langsung bakal Calon Gubernur dan Wakil Gubernur kepada Majelis Rakyat Papua Barat,” jelasnya.
Sementara ahli dari Pihak Terkait yaitu HAS Natabaya menjelaskan keabsahan status Majelis Rakyat Papua Barat. Penjelasan ini sebagai respon dari pertanyaan yang disampaikan oleh Kuasa Hukum Pemohon, Yance Salambau, terkait keabsahan Majelis Rakyat Papua Barat.
Menurut Natabaya, Majelis Rakyat Papua Barat adalah sah secara hukum karena sudah dikeluarkan oleh lembaga yang mempunyai kewenangan untuk itu. Natabaya mengakui bahwa tadinya MRP hanya satu, tetapi dengan perkembangan adanya provinsi baru yaitu Papua Barat, maka sesuai dengan Pasal 74 PP 54 tahun 2004 tentang Majelis Rakyat Papua maka dibentuk MRP di masing-masing Propinsi.
Pasal 74 berbunyi, menurut Natabaya berbunyi, “dalam hal pemekaran Provinsi Papua menjadi provinsi-provinsi baru dibentuk MRP, yang berkedudukan di masing-masing ibukota provinsi. “Oleh karena itu, dengan adanya Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 8 Desember 2010 mengenai pembentukan Majelis Rakyat Papua Barat, maka pembentukan MPR ini sah secara hukum,” jelasnya.
Sidang Perkara PHPU Pemilukada Provinsi Papua Barat yang dimohonkan oleh Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat No. Urut 1 Wahidin Puarada-Herman Sonatus Pelix Orisoe serta Pasangan Calon No. Urut 2 Dominggus Mandacan-Origenes Nauw, ini, akan dilanjutkan kembali pada hari Senin, (15/8), pukul 16.00 WIB untuk mendengarkan keterangan saksi-saksi. (Shohibul Umam/mh)