Jakarta, MK Online - Sidang lanjutan PHPU Provinsi Papua Barat - Perkara No.84/PHPU. D-IX/2011 - kembali digelar di Ruang Sidang Pleno di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (11/8) siang. Agenda sidang adalah mendengarkan jawaban dari Pihak Termohon terhadap dalil-dalil yang disampaikan Pihak Pemohon pada sidang sebelumnya. Majelis Hakim terdiri atas Moh. Mahfud MD (Ketua Panel), didampingi Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati dan Anwar Usman.
Pihak Termohon dalam hal KPU Provinsi Papua Barat, menjelaskan bahwa dalil Pemohon soal pelanggaran wewenang KPU Provinsi tidaklah tepat dipermasalahkan dalam persidangan MK. Karena Pemilukada di Papua Barat berlaku ketentuan umum seperti Pemilukada yang lain di Indonesia.
“Kemudian menyangkut masalah MRP atau Majelis Rakyat Papua, seharusnya Pemohon mengajukan gugatan ke PTUN untuk membatalkan terlebih dahulu pembentukan MRP Papua Barat,” jelas Pihak Termohon.
Hal lain, lanjut Pihak Termohon, berkaitan dengan tudingan Pemohon bahwa Termohon tidak patuh pada putusan PTUN, bahwa ada surat edaran Mahkamah Agung No.7/2010 yang menyatakan bahwa hakim PTUN harus bijak dan arif dalam memutuskan penundaan, harus melihat kepentingan yang lebih luas dan tidak mengganggu proses jalannya pemilukada.
Namun kalau melihat faktanya, lanjut Pihak Termohon, permohonan uji gugatan PTUN di Jayapura diajukan pada 28 Juni 2011. Kemudian putusan penundaan pada 8 Juli 2011, tetapi proses persidangan baru berjalan pada 18 Juli 2011, meski pemungutan suara dilakukan pada 20 Juli 2011.
“Artinya, hakim PTUN tidak mematuhi surat edaran yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung. Menurut pendapat kami, PTUN tidak menjalankan perintah Mahkamah Agung untuk menghadiri Pemilukada harus berjalan cepat. Di sini ada tenggang waktu satu bulan,” imbuh Pihak Termohon.
Berikutnya, ungkap Pihak Termohon, soal legitimasi masyarakat Papua Barat yang sangat rendah dan tidak mewakili masyarakat Papua Barat, dalam hal ini undang-undang hanya mengatur dilakukan Pemilukada ulang jika perolehan suara kurang dari 30 persen dari pengguna suara sah. Pihak Termohon juga menanggapi penambahan petitum Pemohon, yang dinilai tidak beralasan karena tidak didukung dengan dalil-dalil yang fundamental.
“Oleh sebab itu kami memohon agar Majelis Hakim menolak seluruh permohonan Pemohon dan menyatakan dalil Termohon dianggap sah dan berlaku,” tegas Termohon.
Seperti diketahui, sidang PHPU Provinsi Papua Barat dimohonkan oleh Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat No. Urut 1 Wahidin Puarada-Herman Sonatus Pelix Orisoe serta Pasangan Calon No. Urut 2 Dominggus Mandacan-Origenes Nauw.
Dalam pokok permohonannya, para Pemohon yang diwakili oleh kuasa hukumnya, Andi M. Asrun memaparkan telah terjadi pelanggaran prosedur yang dilakukan oleh KPU Provinsi Papua Barat sebagai Termohon. Selain itu, Asrun menilai Termohon juga telah melampaui kewenangan dengan melakukan penetapan bakal pasangan calon tanpa meminta persetujuan dari Majelis Rakyat Papua (MRP) seperti yang diatur dalam undang-undang mengenai otonomi khusu Papua.
“Persetujuan pengesahan oleh MRP yang dipergunakan oleh Termohon, kami nilai sebagai tindakan ilegal karena MRP tersebut merupakan bentukan Pihak Terkait Abraham O. Atururi -Rahimin Katjong untuk mengakomodir kepentingan pihak terkait. MRP yang asli hanya berada di Jayapura,” papar Asrun. (Nano Tresna A./mh)