Jakarta, MK Online - Ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 41/1999 tentang Kehutanan, khususnya Pasal 1 angka 3,telah berpotensi merugikan hak konstitusional masyarakat dan Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Sebab, hak milik kebendaan dan seluruh fasilitas Pemda berpotensi ‘dirampas’ oleh negara. “Karena dianggap berada di kawasan hutan,” ungkap Agus Surono, salah satu kuasa hukum Pemohon dalam sidang pendahuluan perkara No. 45/PUU-IX/2011, Rabu (10/8) di ruang sidang Panel MK.
Selain itu, menurutnya, ketentuan tersebut tidak mejamin perlindungan dan kepastian hukum para Pemohon. “Hak konstitusional para Pemohon atas pengakuan jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil dalam negara hukum, terutama yang menyangkut proses pidana menjadi tidak pasti karena para Pemohon sewaktu-waktu dapat dipidana jika ketentuan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Kehutanan masih menjadi rujukan,” paparnya.
Akibat ketentuan itu, aset-aset daerah maupun fasilitas lainnya dinyatakan sebagai kawasan hutan. Padahal faktanya, kata dia, lokasi-lokasi di Kabupaten Kapuas tidaklah berupa hutan.
Hal itu mengakibatkan Pemohon I, Muhammad Mawardi, selaku Bupati Kabupaten Kapuas, tidak dapat mengembangkan potensi daerahnya karena seluruh wilayahnya ditunjuk sebagai kawasan hutan. “Pemerintah pusat dapat sewenang-wenang menyatakan status kawasan hutan di daerah,” ungkap Agus. Selain Mawardi, terdapat enam Pemohon lainnya, yakni Hambit Bintih, Duwel Rawing, Zain Alkim, Ahmad Dirman, dan Akhmad Taufik. Mereka bertindak sebagai perorangan.
Agus juga berpendapat, terjadi ketidakkonsistenan antar pasal dalam UU Kehutanan. “Pasal 1 angka 3 tidak konsisten dengan Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Kehutanan,” tegasnya.
Akhirnya, dalam petitum permohonannya Pemohon meminta kepada Mahkamah untuk menyatakan tidak berlaku Pasal 1 angka 3 UU kehutanan sepanjang frasa “…ditunjuk dan atau…,”. Adapun Pasal tersebut secara keseluruhan berbunyi, “Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.”
Setidaknya, menurut Pemohon, pasal itu bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3); Pasal 18 ayat (2) dan (5); Pasal 18A ayat (2); Pasal 28D ayat (1); Pasal 28G ayat (1); serta Pasal 28H ayat (1) dan (4) Undang-Undang Dasar 1945.
Sebelum mengakhiri persidangan, seperti biasa, Panel Hakim memberikan beberapa saran terkait permohonan. Salah satu anggota panel, Hakim Konstitusi Anwar Usman, mengingatkan, Pemohon perlu memeriksa kembali mana rumusan UU Kehutanan yang benar. Karena, menurutnya, ada perbedaan antara UU Kehutanan yang dilampirkan oleh Pemohon dengan UU Kehutanan yang berada di website Sekretariat Negara. Perbedaan tersebut adalah terkait penomoran. Di mana, UU Kehutanan versi Setneg, ditulis huruf c, bukan angka 3 sebagaimana UU Kehutanan yang dilampirkan oleh Pemohon. Panel Hakim ini diketuai oleh Hakim Konstitusi Muhamad Alim dengan didampingi Hakim Konstitusi Harjono sebagai anggota. (Dodi/mh)