Jakarta, MK Online - Stigma negatif terhadap Islam akhir-akhir ini semakin meresahkan. Salah satunya adalah kekerasan berkedok agama. Menjamurnya peristiwa terkait terorisme, fundamentalisme dan radikalisme semakin memperkuat stigma itu. Salah satu sebabnya ialah masuknya pemikiran radikal yang dibarengi dengan kurangnya pemahaman tentang nilai dan hakikat ajaran-ajaran Islam itu sendiri. Ditambah lagi dengan kurangnya penghayatan terhadap Pancasila.
Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya yang sistematis dan masif di segala lini, khususnya dari kalangan umat Islam sendiri, untuk mencegahnya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melakukan kajian, diskusi, pengembangan dan internalisasi nilai-nilai Islam dan Pancasila di pusat-pusat pendidikan. “Perlu ada perimbangan filter,” ujar Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Nur Syam.
Gagasan tersebut dia kemukakan saat mendampingi delegasi Pusat Studi Pancasila dan Agama (PUSPA) IAIN Sunan Ampel berkunjung ke Mahkamah Konstitusi, Selasa (9/8) siang. Mereka bertemu langsung dengan Ketua Mahkamah Konstitusi Moh. Mahfud MD. Saat itu, Mahfud didampingi oleh Wakil Ketua MK Achmad Sodiki, Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi serta Sekretaris Jenderal MK Janedjri M. Gaffar. Hadir pula Direktur PUSPA IAIN Sunan Ampel Suyikno.
Tidak hanya itu, Nur Syam pun mengkhawatirkan fakta di lapangan yang menunjukkan bahwa semakin berkurangnya diskusi yang mengkaji dan mendalami nilai serta prinsip Islam sebagai agama dan Pancasila sebagai dasar negara secara utuh dan berimbang. “Yang bicara dan mengaitkan dengan agama sangat sedikit,” ujarnya. “Pancasila seharusnya diterima sebagai spirit.” Ia pun prihatin atas penetrasi pemahaman radikal yang sudah merambah ke daerah-daerah.
Oleh sebab itu, menurut Nur Syam, dalam waktu dekat ini pihaknya akan melakukan penelitian terkait fenomena tersebut. Penelitian akan memfokuskan pada isu relasi negara, pancasila dan agama. Basis penelitiannya adalah seluruh pesantren di Jawa Timur. “Jawa Timur dipilih karena sangat dinamis,” papar Suyikno. Selain itu, alasan dipilihnya Jawa Timur sebagai ‘sampel’ penelitian, dikarenakan terdapat ribuan pesantren di sana dan kehidupan beragamanya relatif harmonis. Harapannya, melalui penelitian ini pihaknya dapat menggali pemahaman para santri terkait kebangsaan, pancasila, dan agama.
Mahfud pun mengapresiasi gagasan tersebut. Ia menegaskan, pihaknya –dalam hal ini MK- siap menjalin komunikasi dan kerja sama dalam menyukseskan rencana tersebut. “Bisa menjalin komunikasi lebih lanjut dengan MK,” tuturnya. Salah satu bentuk dukungan tersebut antara lain dibukanya akses perpustakaan MK untuk mendukung para peneliti dalam memperkaya literautrnya. Atau dalam bentuk yang lebih konkrit, yakni dilakukannya MoU (Memorandum of Understanding) antara MK dengan PUSPA atau IAIN Sunan Ampel. (Dodi/mh)