Jakarta, MK Online - Sebagai lembaga peradilan yang mengedepankan transparansi, Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Tindak Pemberantasan Korupsi (KPK) menjalin kerja sama untuk membentuk Unit Pengendalian Gratifikasi. Kerja sama ini dimulai dengan mengadakan Forum Group Discussion (FGD) mengenai gratifikasi pada Senin (8/8), di Gedung MK.
“FGD ini akan membahas tentang merencanakan, merancang dan memformulasi Program Pengendalian Gratifikasi serta untuk menentukan melakukan analisis posisi secar kontekstual tentang kelengkapan perangkat yangdiperlukan seperti kode etik, majelis etik, dan lainnya,” urai salah satu perwakilan Direktorat Gratifikasi Deputi Pencegahan KPK Soegiarto.
Menurt Soegiarto, gratifikasi bisa menjadi salah satu akar permasalahan penegakkan hukum di Indonesia bermasalah. Gratifikasi, lanjut Soegiarto, merupakan bagian dari 30 jenis korupsi. “Gratifikasi merupakan pemberian hadiah dari bawahan ke atasan yang digerakkan oleh adanya kepentingan. Secara bahasa, gratifikasi merupakan pemberian di luar gaji. Ada beberapa jenis gratifikasi atau hadiah, yakni ceremonial gift (hadiah sebagai suatu penghormatan), token gift (hadiah dalam kegiatan bisnis), gift of gratitude (apresiasi ungkapan terima kasih atas layanan yang diberikan oleh pejabat publik/ada kemungkinan pemberian untuk), dan gift of influence (pemberian terang-terangan untuk mempengaruhi),” ujar Soegiarto di hadapan sejumpah pegawai Satuan Pengawas Internal MK dan pegawai MK.
Soegiarto memaparkan perlu adanya perubahan kultur untuk melakukan pengendalian gratifikasi. Misalnya saja, jelas Soegiarto, perlu adanya keteladanan dari atasan kepada pegawai agar tercipta lingkungan yang menolak gratifikasi. “Keteladanan tersebut akan menjadi nilai dasar yang akan merambah ke seluruh lembaga. Karena sikap utama adalah menolak gratifikasi. Menolak saja tidak akan cukup jika lingkungan tidak mendukungnya. Oleh karena itu, selain menolak, perlu adanya pengumuman dari yang bersangkutan bahwa dirinya tidak menerima gratifikasi. Ini bukan menunjukkan anti-gratifikasi, namun mengendalikan gratifikasi. Untuk itulah, ada program pengendalian gratifikasi ini,” paparnya.
Selanjutnya, Soegiarto menjelaskan bahwa program pengendalian gratifikasi bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang terkendali, meningkatkan pemahaman mengenai gratifikasi, peningkatan.pelaporan gratifikasi, peningkatan unit pelaporan gratifikasi untuk memudahkan dan meminimalisasi kendala psikologis, serta sebagai alat manajemen. “Program ini terbagi menjadi beberapa tahapan yang nantinya bertujuan untuk menentukan kesiapan perangkat MK, semisal kode etik atau majelis etik. Dan menentukan level MK sebagai instansi serta mempersiapkan SDM sebagai assessment agent MK,” tandas Soegiarto. (Lulu Anjarsari/mh)