JAKARTA (Suara Karya): Mahkamah Konstitusi (MK) menyayangkan menghilangnya isu tentang surat palsu MK akibat wacana pembubaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Ketua DPR Marzuki Alie. Padahal, MK sangat berkepentingan dengan hasil penyidikan kasus pemalsuan dokumen negara itu.
"Isu mengenai surat keputusan MK palsu menjadi lenyap gara-gara Marzuki Alie. Polisi kayaknya juga main-main dalam penanganan kasus itu," ujar juru bicara MK Akil Mochtar, di Jakarta, akhir pekan lalu.
Sampai kini, kepolisian baru menetapkan seorang tersangka yakni mantan juru panggil MK Masyhuri Hasan. Menurut Akil, jika aktor intelektualnya tak terakomodir oleh kepolisian berarti polisi hanya mengorbankan seorang Masyhuri. "Tidak mungkin ada pelaku yang tak tahu surat itu digunakan untuk apa. Tak mungkin putus begitu saja. Menerbitkan suatu hak untuk memperoleh kursi tentu ada maksud untuk apa. Hanya saja bagaimana menuntaskannya," tuturnya.
Akil menegaskan, Andi Nurpati sudah tidak bisa menghindar lagi karena video yang ada di KPU saat sidang pleno juga diputarkan. "Video waktu sidang penetapan dibacakan suratnya, semua ada. Kalau dia bilang lupa, ditunjukkan saja videonya waktu memimpin sidang MK. Surat yang dibacakan mana kan jelas. Hanya sebelum diputar ditanya dulu, kamu duduk dimana untuk ngetes, terus baru diputar, di videonya semua ada dan kelihatan," katanya.
Akil menyesalkan adanya perlakuan berbeda dari pihak kepolisian. Masyhuri Hasan langsung ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan tanpa ada proses rekonstruksi terlebih dahulu, sedangkan yang lain tidak.
"Tapi itu tidak pengaruh, 'kan menetapkan orang jadi tersangka bukan hanya rekonstruksinya. Rekonstruksi itu hanya salah satu bagian dari proses penyidikan," tuturnya seraya berharap kepolisian bisa bersikap profesional dan tidak terpengaruh politik dan hanya berputar-putar di staf-staf MK.
Sementara itu, mantan juru panggil MK Masyhuri Hasan merasa diperlakukan tidak adil hanya dirinya yang ditahan. Ia berharap penyidik segera menetapkan tersangka baru pelaku dan aktor intelektual kasus pemalsuan surat MK.
Menurut penasihat hukum Masyhuri, Edwin Partogi, berdasarkan informasi yang diterimanya dari penyidik, minimal ada dua tersangka baru kasus ini. Kedua tersangka baru tersebut berasal dari pihak KPU dan MK. "Hanya disebut ada dua orang," katanya.
Sejumlah saksi telah dimintai keterangan, konfrontasi, dan direkonstruksi. Mereka adalah tersangka Masyhuri, mantan anggota KPU Andi Nurpati, mantan panitera Zaenal Arifin Husein, mantan hakim MK Arsyad Sanusi, putri Arsyad, Neshawati, tiga staf KPU, tiga staf MK.
Mereka dianggap mengetahui soal surat MK Nomor 112/MK.PAN/VIII tanggal 14 Agustus 2009, yang digunakan KPU mengambil keputusan Dewie Yasin Limpo, berhak untuk kursi dapil Sulsel I pada Pileg 2009.
Berdasarkan informasi di kepolisian, kedua nama calon tersangka yang disebut-sebut akan menyusul Masyhuri adalah Andi Nurpati dan Zaenal Arifin Husein.
Edwin menyatakan tidak tahu-menahu apakah kedua orang itu menjadi tersangka. Ia hanya menambahkan bahwa pihaknya menginginkan Polri segera mengumumkan kedua nama tersangka tersebut dalam pekan ini. "Kita harapkan minggu ini ada tersangka baru," ujar Edwin.
Permintaan ini dilakukan karena ada sejumlah kekhawatiran. Menurut Edwin, jika penyidik terlalu lama menetapkan tersangka tersebut, maka kepolisian menunjukan ketidakadilan dalam penegakan hukum. Tentu ini menimbulkan pertanyaan, bahwa seolah-olah hukum itu tidak berlaku sama. (Wilmar P)