M Fajar Marta | Marcus Suprihadi | Senin, 8 Agustus 2011 | 09:44 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com- Mahkamah Konstitusi, Senin (8/8/2011), siang ini akan membacakan putusan sehubungan dengan permohonan uji materil Pasal 1 angka 26, 27 jo Pasal 65 jo Pasal 116 jo Pasal 184 KUHAP terhadap UUD 1945 mengenai wajibkah penyidik memanggil dan memeriksa saksi yang menguntungkan tersangka selama proses pemeriksaan berlangsung.
Uji materiil diajukan tersangka korupsi biaya akses Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum) Yusril Ihza Mahendra. Uji diajukan karena penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak mau memeriksa empat saksi menguntungkan yang diajukan Yusril, yakni Jusuf Kalla, Kwik Kian Gie, Megawati, dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Jusuf Kalla dan Kwik akhirnya datang atas inisiatifnya sendiri ke Kejagung, namun Megawati dan SBY tidak datang.
Menurut Yusril hari ini, SBY layak menjadi saksi karena mengetahui apakah biaya akses Sisiminbakum termasuk penerimaan negara bukan pajak (PNBP) atau bukan. Yusril mengatakan, SBY telah menandatangani empat Peraturan Pemerintah tentang PNBP yang berlaku di Departemen Kehakiman dan HAM, namun baru dalam PP terakhir bulan Mei 2009 yang memasukkan biaya akses Sisminbakum sebagai PNBP, sedangkan sebelumnya tidak.
Sementara itu, kata Yusril, Mahkamah Agung dalam putusan kasasi perkara Romli Atmasasmita menyatakan bahwa mengingat Presiden baru menerbitkan PP yang menyatakan biaya akses Sisminbakum adalah PNBP baru pada bulan Mei 2009, maka sebelum itu biaya akses tersebut bukanlah uang negara, dan karena itu tidak terjadi kerugian negara sebagaimana didakwakan Jaksa Penuntut Umum.
Mahkamah Agung juga menyatakan, dalam pelaksanaan Sisminbakum tidak terdapat unsur melawan hukum, publik terlayani dengan sebaik-baiknya, dan Romli tidak menikmati biaya akses tersebut untuk kepentingan pribadinya. Karena itu, Romli dilepaskan dari segala tuntutan hukum.
Menurut Yusril, berdasarkan sangkaan Jaksa, keterlibatan dirinya dalam kasus ini ialah memberikan kesempatan atau membiarkan Romli selaku bawahan melakukan tindak pidana korupsi. "Dengan tidak terbuktinya Romli melakukan kejahatan, maka pertanyaannya ialah kesempatan atau pembiaran apa yang saya lakukan kepada Romli?" Kata Yusril.
Itulah sebabnya, kata Yusril, Kejagung hingga kini seperti linglung, kebingunan bagaimana caranya menyusun dakwaan untuk mendakwa dirinya.Perkara ini jadi terkatung-katung selama tiga tahun, tak jelas akan kemana.
"Saya belum tahu apa putusan MK nanti. Saya berharap MK akan memutuskan bahwa Penyidik Kejagung wajib memanggil seseorang yang mengetahui sesuatu yang diperkarakan, tidak perduli dia seorang Presiden atau bukan," katanya.
Kewenangan menetapkan sesuatu PNBP atau bukan adalah sepenuhnya kewenangan Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 2 UU N0 20 tahun 1997 tentang PNBP. "Apapun juga putusan MK, wajib ditaati semua pihak, termasuk saya yang mengajukan perkara ke MK ini. Presiden SBY juga baru-baru ini mengatakan bahwa putusan MK wajib ditaati oleh semua lembaga negara," ujar Yusril.
Sumber: www.kompas.com