Jakarta, MK Online - Ada dua cara atau metode untuk menentukan awal bulan puasa, yaitu dengan rukyatul hilal (melihat bulan) dan hisap (hitungan), yang keduanya adalah sama-sama benar. Demikian disampaikan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Moh. Mahfud MD saat memberi ceramah agama (tausiyah) dalam acara buka bersama dengan Keluarga Besar Adnan Gunto dan para Pengurus Taman Iskandar Muda di Jakarta, Kamis (4/8).
Di hadapan Anggota Watimpres (Dewan Pertimbangan Presiden) Widodo AS, serta Menteri Negara BUMN Mustafa Abubakar, serta para pejabat tinggi lainnya, Mahfud MD menjelaskan bagaimana sejarah diperlukannya hisap. Menurutnya, pada zaman Nabi Muhammad tidak ada ilmu hisap. “Nabi Muhammad kalau ingin berpuasa harus melihat bulan dulu. Timbulnya ilmu astronomi di dunia sekarang justru dimulai karena Islam telah menyebar dari Arab Saudi ke berbagai belahan bumi lain, seperti Eropa, Afrika, maupun Asia, sehingga terbentuk kebutuhan untuk tahu bagaimana orang Islam itu kalau ada di kutub, dan itu beda dengan Arab Saudi,” jelasnya.
Oleh karenanya, menurut Mahfud, ada kebutuhan untuk mengetahui ilmu hisap apabila matahari tidak terlihat, sementara harus mengetahui waktu sholat. Ilmu itu akhirnya sangat diperlukan oleh umat Islam yang berada di Eropa, Afrika. “Sehingga untuk mengetahuinya harus memakai ilmu,” terangnya.
Di samping berbicara tentang ketetapan waktu dalam mengawali awal puasa, Mahfud MD juga menyinggung soal bagaimana kegigian umat Islam sehingga bisa menguasai pengetahuan dunia barat. Menurutnya, ketika dunia barat bisa menguasai dunia pengetahuan, Islam pada abad pertengahan sudah menguasai dunia barat. “Angka yang digunakan sekarang itu bukan angka latin tetapi angka arab. Yang membawah ke barat adalah Al-Khawarizmi, ahli Mathematik dari Islam, karena ilmu Yunani pada abad ke-5 SM sudah mau tenggelam,” jelas Mahfud.
Oleh karena itu, menurut Mahfud MD, ada dua manfaat yang bisa diambil terkait soal ini. Pertama, keinginan beribadah bisa mendorong kemajuan, bukan justru sebaliknya. “Ada sebagian orang yang untuk melakukan beribadah, tapi urusan lain tidak dipikirkan. Padahal Islam pernah merajai dunia berangkat dari keinginan beribadah,” terangnya.
Kedua, menurut Mahfud MD, sesudah Islam berhasil mengusai dunia barat, setelah itu, adanya kemunduran Kerajaan Spanyol, Kerajaan Bani Umayyah, Kerajaan Turki karena munculnya keseweng-wenangnya dikalangan pemerintahan. “Termasuk hancurnya Kerajaan Demak, Mataram, karena kerajaan-kerajaan itu tidak memikirkan rakyat, hanya memikirkan siapa yang berkuasa setelah ini. Oleh sebab itu, Negara Indonesia juga akan mengalami hal yang sama kalau pemimpinya tidak memikirkan penegakkan keadilan di kalangan masyarakat,” pesan Mahfud MD.
Selain itu, menurut Mahfud MD, sekarang basis nasionalisme bukan untuk memperkuat tentara, memperkuat polisi, memperkuat pesawat tempur, tetapi yang lebih penting dari itu semua adalah memperkuat nasionalisme. “Dengan cinta kepada bangsa dan negara, maka akan tegak keadilan. Jika tidak ada keadilan, maka tidak ada gunanya tentara itu, akan menjadi seperti gunung pasir, akan runtuh dengan sendirinya,” terangnya. (Shohibul Umam/mh)