JAKARTA, KOMPAS.com - Budayawan asal Betawi Ridwan Saidi dan mantan aktor kawakan Pong Harjatmo mendatangi Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (3/8/2011), untuk mendaftarkan uji materi terhadap ketentuan pembubaran partai politik yang diatur di dalam Pasal 68 Ayat (1) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Pasal tersebut mengatur, yang berhak mengajukan permohonan pembubaran partai politik adalah pemerintah.
Ridwan berpendapat, aturan tersebut melanggar konstitusi. Sebab, menurutnya, kedaulatan ada di tangan rakyat, bukan di tangah pemerintah. Oleh karena itu, rakyat seyogyanya punya hak untuk mengajukan permohonan pembubaran partai politik. "Jadi enggak bisa hanya pemerintah saja," kata Ridwan Saidi.
Ia mengungkapnya, jika permohonan judicial review ini diterima, ia akan mengajukan permohonan pembubaran Partai Demokrat. Ia menilai, sepak terjang kader-kader Partai Demokrat telah merugikan masyarakat.
Ia menjelaskan, dana anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang diduga dikorupsi sejumlah kader Partai Demokrat terjadi di sejumlah proyek kementerian. Sebut saja perkara pembangunan wisma atlet SEA Games di Jaka Baring, Palembang, Sumatera Selatan.
Ridwan merujuk kasus yang diduga melibatkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang menjadi tersangka dalam dugaan suap pembangunan wisma atlet.
Selain kasus tersebut, perusahaan Nazaruddin juga disebut-sebut terlibat dalam sejumlah proyek "mencurigakan" di Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. KPK mengungkap, setidaknya Nazaruddin memiliki tak kurang dari 150 perusahaan.
Sementara itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menyampaikan, tercatat lebih ada 150 transaksi mencurigakan terkait Nazaruddin.
"Sekarang banyak kader Partai Demokrat bermasalah, partainya sendiri lagi berkuasa, ketua dewan pembinanya Presiden, bagaimana mau mengajukan pembubaran karena yang bisa mengajukan hanya pemerintah, makanya aturan itu harus diubah," kata dia.