JAKARTA--MICOM: Perubahan Undang-Undang mahkamah konstitusi digugat para akademisi. Beberapa pasal dinilai menggerogoti independensi kewenangan MK.
"Kami merasa ada beberapa substansi hasil revisi yang berpotensi merusak MK sebagai pemegang kekuasaan kehakiman yang independen," ujar pakar hukum tata negara Universitas Andalas Saldi Isra, usai mendaftarkan permohonan uji materi UU nomor 8 tahun 2011 tentang Perubahan atas UU nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (29/7).
Permohonan itu diajukan Saldi bersama dengan enam pemohon lain yakni Arief Hidayat, Zainal Daulay, Zaenal Arifin Mochtar, Moh Ali Syafa'at, Yuliandri, dan Feri Amsari. Mereka didampingi kuasa hukum, antara lain Nurcholis, Febri Diansyah, Wahyudi Jafar,
"Ini (pengajuan uji materi UU MK) bentuk protes kami yang peduli terhadap hasil legislasi yang buruk," ujar Saldi.
Menurut Saldi, ada beberapa pasal yang dimohon pihaknya agar majelis hakim MK mengujinya dengan UUD 1945. Pasal-pasal itu adalah pasal 4, 15, 27, 27a, 57, dan 59 UU Perubahan UU MK.
Saldi menerangkan ada yang keliru dalam UU tersebut. Salah satunya adalah pasal terkait Majelis Kehormatan Hakim (MKH).
"Kan agak sulit kalau MKH-nya MK berasal dari institusi itu (pemerintah dan DPR) yang nanti akan dikritik dan diperbaiki undang-undangnya oleh MK," ujar Saldi.
Selain itu, lanjut Saldi, mereka mempersoalkan pergantian antarwaktu (PAW) hakim konstitusi,
Justru, kata Saldi, pola yang ada sebelumnya itu sudah benar secara konteks teori.
"Kalau ada hakim yang berhenti di tengah jalan yang menggantinya masa jabatnya bukan melanjutkan sisa waktu. Kalau di partai politik sih bisa saja seperti itu," ujarnya.
Terakhir, yang dipersoalkan oleh para pemohon adalah batasan MK tidak boleh melakukan ultra petita.
Menurut Saldi, batasan itu adalah kekeliruan cara pikir pembuat UU, karena ultra petita itu bagian dari proses di MK,
"Nah kalau hakim konstitusi dilarang melakukan ultra petita nanti hakim konstitusi akan menjadi corong pembuat undang-undang saja. tidak bisa mencari atau memutuskan keadilan substantif. yang dimohonkan," tandasnya. (*/OL-10)-Penulis : Dika Dania Kardi