JAKARTA - Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Laica Marzuki mengusulkan agar sistem penyederhanaan partai politik ikut diadopsi dalam proses perubahan kelima konstitusi. Menurut dia, multi partai secara teori tidak dapat menumbuhkan pemerintahan presidensiil.
"Naif sekali, tatkala kita membangun sistem presidensiil, tetapi pada saat yang sama dibangun pula multi partai yang makin mekar di persemaian politik nusantara," kata Laica dalam Dialog Nasional Masa Depan Konstitusi Demokratik di Hotel Bidakara, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, kemarin (28/7).
Dia menyampaikan pemerintahan yang kuat harus didukung parpol penguasa atau mayoritas di parlemen. Tapi, Laica meragukan pemerintahan yang kuat ini bakal terwujud di tengah multi partai. "Tercabik -cabik oleh bargaining (tawar menawar, Red) partai -partai kecil yang berkoalisi," tegasnya.
Dia mengusulkan bila tetap dianut sistem multy member constituency atau proporsional, maka penyederhanaan parpol diadakan dengan pemberlakuan syarat parliamentary threshold (PT). "Ini untuk menyaring partai di parlemen," kata Laica. "Tapi, sistem single member constituency atau distrik agaknya lebih efektif," imbuh Guru Besar Hukum Tata Negara pada Universitas Hasanuddin, itu.
Turut hadir sebagai perbicara, antara lain, Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y.Thohari, Ketua Kelompok DPD di MPR Bambang Soeroso, hakim MK Hamdan Zoelva, dan dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Aidul Fitriciada Azhari.
Selain soal penyederhanaan parpol, Laica mengusulkan agar amandemen kelima merespon isu -isu penting lain. Misalnya, kemungkinan capres melalui dukungan persorangan; Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ikut memberi persetujuan bersama atas RUU; dan KPK ditingkatkan kedudukannya sebagai lembaga negara konstitusi. "Ini penegasan bahwa korupsi merupakan musuh utama negara," tandasnya.
Hakim MK Hamdan Zoelva mengatakan secara implisit, konstitusi sebenarnya menghendaki sistem kepartaian yang sederhana. Adanya semangat membangun sistem presidensiil dan model gabungan parpol untuk mencalonkan presiden, tegas Hamdan, bermuara pada penyederhanaan parpol. "Sistem presidensiil memang membutuhkan sistem kepartaian yang sederhana," tegasnya.
Menurut Hamdan, sah-sah saja jika sistem kepartaian yang sederhanan ingin digariskan melalui konstitusi. Meski begitu, dia mengingatkan kalau itu tetap menjadi suatu pilihan politik dan harus menjadi kesepakatan semua pihak. Tapi, lanjut dia, pengaturan itu tidak perlu sampai ke hal-hal yang detil. "Karena itu fleksibel yang dimungkinkan (diatur, Red) oleh undang-undang," kata Hamdan.
Terlepas dari itu, mantan politisi Partai Bulan Bintang (PBB) itu berharap para legislator di DPR konsisten dengan penerapan PT sebagai ambang batas perolehan suara parpol untuk duduk di DP R. "Jangan diubah lagi. Konsisten saja dinaikkan. Pasti akan sederhana," tegasnya.
Terkait amandemen, Hamdan menyebut itu perlu dilakukan dalam dua kondisi. Yakni, bila tanpa perubahan konstitusi, prinsip demokrasi tidak dapat berjalan dan penyelenggaraan negara mengalami hambatan -hambatan konstitusional.
Dengan kata lain, tegas Hamdan, amandemen konstitusi dalam sistem presidensiil yang memiliki peradilan konstitusi (MK, Red), hanya dilakukan terkait masalah-masalah fundamental bagi kepentingan negara. Ketika tidak ada jalan lain untuk membentuk hukum, kecuali melalui perubahan konstitusi. "Untuk masalah -masalah yang masih dimungkinkan diselesaikan melalui penafsiran, maka perubahan tidak diperlukan. Karena konstitusi akan berkembang dinamis melalui putusan -putusan peradilan konstitusi," kata Hamdan.
Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y.Thohari menyampaikan agenda perubahan kelima konstitusi memang dimungkinkan. Beberapa substansi yang ditawarkan, lanjut dia, juga urgent. Tapi, perubahan yang telah dilakukan sudah cukup banyak membawa kemajuan. Berbagai perubahan itu, lanjut dia, juga urgent untuk disosialisasikan secara masif dan dipraktekkan secara cerdas. "Dalam pengamatan saya, begitulah kira-kira sikap dari partai ?partai politik terhadap agenda amandemen sekarang ini," tegas politisi dari Partai Golkar, itu. (pri/aga)
Sumber http://www.jpnn.com/