Jakarta, MKOnline - Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) mengandung banyak kelemahan. Hal ini disampaikan oleh Ketua Dewan Pembina Komunitas Jaringan Sosial Nasional Indonesia (KJI) Giri Suseno Hadihardjono dalam rangka melakukan audiensi ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (27/7), di Ruang Delegasi MK. Wakil Ketua MK Achmad Sodiki dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Harjono menerima kunjungan yang bertujuan untuk melaporkan kegiatan yang telah dilakukan oleh KJI.
“UU SJSN mengandung banyak kelemahan, di antaranya tidak ada ketentuan mengenai Bantuan Sosial (Social Assistance), mencampuradukkan antara konsep jaminan sosial dengan asuransi nasional, jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial, padahal prinsip soial tidak dikenal dalam BPJS. Kemudian, iuran Program Jaminan Sosial bagi fakir miskin dan orang tidak mampu dibayar oleh Pemerintah. Untuk itu, KJI telah mengusulkan baik kepada Presiden maupun DPR untuk menyempurnakan UU Nomor 40 Tahun 2004 yang mencakup dua opsi, yakni penyempurnaan UU Nomor 40 Tahun 2004 dan pembentukan BPJS,” ujar Anggota Dewan Pembina KJI Bambang Subianto.
Menurut Bambang, KJI menyarankan kepada Pemerintah agar segera membentuk BPJS dengan mengikuti UU Nomor 40 Tahun 2004 yang sudah disempurnakan. Jika mau dipaksakan, Bambang menjelaskan cukup dibuat 5 BPJS, yaitu 4 BPJS yang merupakan konversi dari Persero serta 1 BPJS pembentukan baru untuk menangani sektor informal.
“Usulan konversi harus berasal dari Menteri BUMN, bukan dari DSJN. Pembentukan 2 BPJS baru oleh kementerian keuangan dipengaruhi oleh studi yang dilakukan oleh Mitchel Wiener. Sebaiknya usulan ini tidak diikuti karena Pemerintah akan dipengaruhi oleh konsultan asing,” papar Bambang.
Selain itu, KJI juga sedang mengupayakan agar Pemerintah membagi sumbar dana APBN ke dalam dua kategori, yakni APBN Halal dan Haram. Menurut Bambang, perilaku korupsi yang terjadi diakibatkan bercampurnya sumber dana antara yang haram dan halal. “Semua ini juga dilakukan agar generasi muda Indonesia tidak terkena uang haram,” katanya. (Lulu Anjarsari/mh)