Jakarta, MKOnline - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD membuka secara resmi acara Temu Wicara (TW) MK dengan para guru Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di Hotel Aryaduta, Jakarta, Jumat (22/7) sore. Dalam kata sambutannya, Mahfud menyinggung antara lain mengenai demokrasi dan konstitusi.
“Dua pertiga lebih dari negara-negara di dunia memilih cara demokrasi. Demokrasi kalau merupakan sebuah pilihan, harus dituangkan dalam sebuah aturan main bersama yang disebut konstitusi. Jadi konstitusi itu sebenarnya aturan main dari sebuah ideologi yang menganut sistem demokrasi,” kata Mahfud kepada para hadirin, selain para guru PKn juga hadir sejumlah pejabat dari Kemendiknas.
Dikatakan Mahfud, dalam konstitusi selalu berisi dua hal. Pertama, konstitusi berisi mengenai perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia (HAM) atau kewarganegaraan, antara lain hak untuk hidup, hak beragama, dan sebagainya.
“Kemudian agar hak-hak asasi manusia tidak dilanggar, baik antara warga negara maupun oleh penguasa, ada isi yang kedua dari konstitusi. Bahwa konstitusi berisi tentang lembaga-lembaga negara atau sistem pemerintahan negara yang mengatur hubungan antara penguasa dengan rakyat. Ada yang memimpin negara, ada yang membuat aturan dan ada juga yang mengadili,” urai Mahfud.
Di sisi lain Mahfud mengutarakan, saat ini ada kekhawatiran bahwa masa depan kita sebagai bangsa agak terganggu karena sebagian kelompok masyarakat yang tidak mengerti kewajibannya sebagai warga negara.
“Mereka merasa boleh menentukan dan meminta sesuatu terhadap negara Indonesia dengan cara memaksa, dengan cara melakukan aksi terorisme atas nama agama karena tidak bisa melalui proses demokrasi,” kata Mahfud.
Menurut Mahfud, para teroris semacam itu sebetulnya tidak memahami ajaran agama secara mendalam, bahkan bisa dikatakan baru belajar agama, lalu mereka didoktrin oleh pihak tertentu untuk melakukan jihad atau berani mati. “Hingga mereka melanggar konstitusi,” imbuh Mahfud.
Temu Wicara (TW) MK dengan para guru Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ini diisi dengan pemaparan materi oleh para narasumber terkait hukum tata negara. Wakil Ketua MK Achmad Sodiki misalnya, menyampaikan materi “Hukum Progresif dan Keadilan Substantif”. Selain itu ada Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati dengan materi “Hukum Acara Pengujian Undang-Undang”.
Narasumber lainnya adalah mantan Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan dengan materi “Hukum Acara Kewenangan Memutus Pendapat DPR tentang Dugaan Pelanggaran Hukum oleh Presiden/Wakil Presiden”. Sedangkan Hakim Konstitusi M. Alim dan Anwar Usman menyampaikan materi “Hukum Acara Sengketa Kewenangan Lembaga Negara dan Pembubaran Partai Politik”.
Berikutnya, ada narasumber Hakim Konstitusi H.M. Akil Mochtar dengan materi “Hukum Acara dan Studi Kasus Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden/Wakil Presiden, Legislatif, Kepala Daerah”. Di samping itu, narasumber Hakim Konstitusi Harjono menyampaikan materi “Sistem Ketatanegaraan RI Pasca Perubahan UUD 1945 dan Memahami UUD 1945 sebagai Penjabaran Pancasila”. Kemudian sebagai pamungkas, narasumber Sekjen MK Janedjri M. Gaffar menyampaikan materi “Mahkamah Konstitusi: Menuju Court Excellence”.
Temu Wicara Mahkamah Konstitusi (MK) dengan para guru Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang berlangsung 22-24 Juli itu akhirnya resmi ditutup oleh Sekjen MK Janedjri M. Gaffar, Minggu (24/7). Sebelum menutup TW MK-Guru PKN, Janedjri berharap kepada guru-guru PKn agar dapat menjadi agen-agen perubahan bagi tumbuhnya kesadaran berkonstitusi di kalangan anak didik.
Janedjri yakin, satu orang guru saja sudah bisa menyampaikan, katakanlah kepada sekitar 100 anak didik. Jumlah guru yang hadir dalam temu wicara ada 200 orang, kalau dikalikan dengan jumlah anak didik tersebut, pengaruhnya cukup besar. “Hal ini bisa mempengaruhi yang lain, mempengaruhi virus positif sehingga tumbuh kesadaran berkonstitusi di kalangan masyarakat kita, ” pungkas Janedjri. (Nano Tresna A./mh)