Jakarta, MKOnline - Duta besar Iran untuk Indonesia Muhammad Farazandeh melakukan kunjungan ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (18/7), di Ruang Delegasi MK. Kunjungan tersebut diterima dengan baik oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD yang didampingi oleh Sekretaris Jenderal MK Janedjri M. Gaffar, kunjungan singkat tersebut membahas banyak hal termasuk mengenai perkembangan sosial politik di Iran.
“Titik permulaan persahabatan antara Iran dan MK Republik Indonesia. Untuk Pemerintah Iran, pengawasan terhadap konstitusi penting seperti halnya di Indonesia. Undang-undang dasar Iran dirumuskan dalam waktu sempit. Saya kenal sedikit tentang MK dan tugas MK selama setahun. Dimungkinkan saya ingin kenal MK lebih lanjut beserta tugas MK Republik Indonesia. Saya juga ingin mengundang Yang Mulia (Mahfud MD) berkunjung ke Iran tukar-menukar pengalaman mengenai pengawasan konstitusi antara Iran dan Indonesia,” papar Farazandeh.
Menanggapi hal tersebut, Mahfud memaparkan kelahiran MK Republik Indonesia yang terbentuk pada masa reformasi. Sebelum reformasi, lanjut Mahfud, ada persoalan pokok yang dihadapi bangsa Indonesia, seperti banyak undang-undang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar tidak ada yang bisa mengajukan pentgujian terhadap hal tersebut serta pemberhentian presiden hanya melalui jalur politis. “Maka ketika melakukan reformasi, dalam perubahan Konstitusi, diputuskan membentuk Mahkamah Konstitusi. Sehingga ada tempat bagi yang ingin mengajukan pengujian undang-undang. Pemberhentian presiden itu harus dengan dengan alasan hukum dan tidak semena-mena dengan memberhentikan dengan alasan politik,” jelasnya.
Dalam perkembangannya, terang Mahfud, kewenangan MK ditambah dengan mengadili sengketa hasil pemilihan umum dan membubarkan partai politik yang bertentangan dengan konstitusi. Kemudian di dalam pelaksanaan tugas selama 8 tahun, Mahfud memaparkan MK telah membatalkan lebih dari 54 kali undang-undang, serta sekitar ratusan sengketa pemilihan umum. Semuanya diterima masyarakat dengan baik sebagai suatu putusan. Saya berterima kasih kunjungan ke Iran karena tertarik dengan dua hal, yakni Revolusi Iran yang digagas Khomeini yang menggetarkan dan Iran yang tangguh luar biasa menghadapi pandangan dunia meski tanpa Amerika Serikat. Bagaimana semangat kemandirian dan ideologi begitu kuat di Iran?” urai Mahfud.
Menjawab pertanyaan Mahfud tersebut, Farazandeh mengungkapkan kunci kekuatan Iran selam ini adalah persatuan dan kesatuan di antara rakyat Iran. Menurut Farazandeh, kesamaan pandangan terhadap adanya islam merupakan titik kesatuan. “Hal inilah yg digunakan Iran untuk melawan Amerika Serikat. Iran memiliki sumber daya yang ingin dimiliki negara lain termasuk Amerika Serikat untuk itulah segala propaganda terhadap kami diluncurkan. Agama Islam yang menjadi landasan sosial, politik dan ekonomi di Iran,” urainya.
Farazandeh memaparkan Iran membentuk Dewan Pengawas yang memiliki fungsi dan kewenangan MK untuk mengawasi undang-undang sesuai dengan konstitusi selama 32 tahun setelah revolusi. Presiden Iran pertama Abdul Hassan Bani Sadr termasuk presiden yang ‘melewati’ jalur sehingga mendapat teguran dari Dewan Pengawas. “Namun, Sadr menolak dengan alasan ia dipilih oleh sekitar 10 juta rakyat Iran secara langsung. Parlemen membawa kasus ini ke Dewan Pengawas. Kemudian Dewan Pengawas menganggap presiden ini tidak berhak lagi menjadi presiden,” katanya.
Mahfud pun mempertanyakan mengenai perlindungan hak konstitusional bagi kaum minoritas di Iran. Menjawab hal itu, Farazandeh mengungkapkan diskriminasi justru diterima oleh kaum mayoritas. “Di Iran, justru ada diskriminasi terhadap muslim. Misalnya, Yahudi berjumlah 30.000 orang, memiliki satu wakil. Sedangkan, di Teheran, sejumlah 1,5 juta muslim diwakili oleh satu orang,” tandas Farazandeh. (Lulu Anjarsari/mh)