Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) tetap akan membuat putusan ultra petita (memutus lebih dari yang dimohonkan para Pemohon, red.), meskipun dalam revisi MK telah memuat pelarangan terhadap hal itu. Hal ini ditegaskan Ketua MK Moh. Mahfud MD dalam acara “Suara Anda” yang dipandu oleh Fessy Alwi yang mengangkat tema “Evaluasi Kinerja MK”, Rabu (6/7), di Studio Metrotv, Jakarta.
“Ultra petita masih akan tetap kami lakukan. Lepas dari DPR dan Pemerintah mengatakan (revisi UU MK) itu. Oke, ada UU yang membatasi, tapi kami sudah memiliki yusripudensi banyak tentang itu yang tidak bisa terhapus hanya karena UU melarang itu. Bahkan dua hari lalu, MK baru memutus UU Parpol tentang kepartaian dengan putusan ultra petita. Pemohon, lanjut Mahfud, meminta Pasal 51 ayat (1) dibatalkan, namun kami membatalkan tak hanya Pasal 51 ayat (1), tetapi juga Pasal 51 ayat (1a), Pasal 51 ayat (1b), dan Pasal 51 ayat (1c). Jadi, kita (MK) tidak akan berpengaruh,” urainya.
Disinggung mengenai alasan MK melakukan putusan ultra petita, Mahfud memaparkan dua alasan. Alasan tersebut, terang Mahfud, yakni ada pasal-pasal yang harus terhapus dengan sendirinya karena terhapusnya satu pasal serta agar tidak terjadi kekosongan hukum. Misalnya saja, lanjut Mahfud, harus melakukan sesuatu dan syarat-syarat untuk melakukan sesuatu, namun yang diminta untuk dibatalkan adalah melakukan sesuatu itu. Menurut Mahfud, maka syarat-syarat melakukan sesuatu harus dibatalkan juga.
“Jika ‘jantung’-nya sudah dibatalkan, maka ‘ekor-ekor’-nya pun juga harus dibatalkan. Yang kedua, agar tidak terjadi kekosongan hukum. Manakala kita mencabut sesuatu, kadangkala kita menambah pengaturan. Contohnya soal kasus KTP. Dulu ada pertanyaan boleh ndak KTP digunakan untuk memilih dalam pemilu? Kalau kita hanya bilang boleh. Ini bahaya, makanya kita mengatur. Kalau boleh, syaratnya a, b, c. Saya kira diterima masyarakat dan menjadi jalan keluar dari kemacetan-kemacetan hukum. Oleh sebab itu, kami tidak terlalu peduli dengan UU yang melarang ultra petita. Kami akan tetap jalan saja. Masyarakat boleh ribut, kami tidak pernah menanggapi karena kewenangan MK itu tergantung konstitusi untuk mengawal dirinya (konstitusi),” papar Mahfud.
Menanggapi tentang kinerja MK, Mahfud menjelaskan MK dengan segala kekurangannya sudah dianggap sebagai lembaga penegak hukum yang cukup baik oleh masyarakat di tingkat nasional. Sementara itu, Mahfud menuturkan MK terlibat dalam kancah internasional dan diakui dunia internasional sebagai salah satu lembaga yang turut memberi sumbangan cukup besar terhadap pembangunan demokrasi dan penegakan hak asasi manusia berdasarkan konstitusi di Indonesia.
“Demokrasi berjalan baik sejak reformasi meski dari segi-segi tertentu dianggap kebablasan, namun dari segi pemilu sudah dilaksanakan dengan cukup demokratis dengan pengawasan hukum melalui putusan-putusannya. Yang kedua, dikatakan juga sejak reformasi, pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara sudah tidak ada lagi. Betul di Indonesia pelanggaran HAM masih banyak, namun dunia internasional menganggap pelanggaran HAM yang terjadi bersifat horizontal dari kelompok masyarakat kepada kelompok masyarakat lain. Salah satu di antaranya ada peran MK cukup besar,” tutur Mahfud.
Kemudian, Mahfud juga meluruskan mengenai isu yang menerpa MK dan membantah adanya masalah administrasi yustisial di MK. Menurut Mahfud, dari 1.460 perkara yang masuk ke MK, hanya 1 – 2 perkara yang bermasalah di MK, sementara perkara pengujian UU tidak ada permasalahan sama sekali. “Meski tak lepas dari kekurangan, yang kami banggakan dari MK justru karena ada administrasi yang bagus, begitu ada pelanggaran langsung ketahuan dan kami tindak. Kita tidak pernah melindungi, misalnya kalau ada orang dalam yang terlibat, langsung kami laporkan bila ada tindakan pidana ke polisi. Karena kami punya tekad, jangan sekali-kali menjahati demokrasi dan konstitusi karena korupsi uang sudah banyak, masa demokrasi dan konstitusi juga. Saya sangat marah jika ada hal itu terjadi. Siapapun akan saya serahkan jika bersalah,” jelasnya.
Mahfud juga memaparkan secara singkat mengenai acara Simposium Internasional yang diadakan oleh MK dalam rangka HUT MK ke-8 pada 10 – 14 Juli 2011 mendatang. Sekitar 23 negara, lanjut Mahfud, akan hadir dalam acara yang melibatkan MK dan institusi sejenis serta parlemen beberapa negara tersebut. “MK yang berumur 8 tahun, mendapat perhatian dunia Internasional. Kita diundang beberapa forum. Sekarang, kita diminta sebagai tuan rumah sebagai sebuah simposium internasional. Akan dijelaskan peran MK di sini, demokratisasi dalam pembuatan undnag-undang serta mengenai penerapan mekanisme check and balances di Indonesia. Sistem ketatanegaraan dan konstitusi di sini sudah bagus. Yang masalah, dalam penegakan hukum, adalah pemberantasan korupsi. Kalau hal lain, saya rasa sudah cukup bagus,” tandasnya. (Lulu Anjarsari/mh)