Audiensi Sukarelawan untuk Perubahan dengan Ketua MK
Rabu, 06 Juli 2011
| 17:01 WIB
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Moh Mahfud MD didampingi Sekretaris Jenderal MK Janedjri M Gaffar menerima audiensi Sukarelawan untuk Perubahan yang juga dihadiri Ketua DPP Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa selaku pendamping rombongan tersebut, Rabu (6/7) di Ruang Delegasi Gedung MK.
Jakarta, MKOnline - Segenap aktivis Sukarelawan untuk Perubahan melakukan audiensi ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (6/7) siang. Dalam kesempatan itu, Ketua DPP Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa juga hadir selaku pendamping rombongan tersebut. Kedatangan mereka yang diterima langsung oleh Ketua MK Mahfud MD, bertujuan untuk meminta pencerahan dan gambaran yang jelas terkait perkembangan dunia hukum di Indonesia saat ini.
Mengawali pertemuan Khofifah Indar Parawansa menjelaskan bahwa para aktivis Sukarelawan untuk Perubahan sebagian besar berasal dari kalangan akademisi berbagai provinsi di Indonesia, baik dari Papua hingga Aceh.
“Mudah-mudahan pertemun ini bisa menjadi bagian dari pengkayaan dan penguatan kebangsaan kita, menegakkan dan melakukan proses demokrasi sesuai prosedural, proses demokrasi yang lebih substantif ke depan,” ungkap Khofifah.
Sementara itu Mahfud MD mengungkapkan, di mata internasional, Indonesia saat ini mengalami kemajuan di bidang hak asasi manusia. Dianggap maju karena selama masa reformasi tidak ada pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan negara terhadap warga negara. Menurut Mahfud, yang justru sering terjadi saat ini adalah pelanggaran HAM berupa konflik antara kelompok masyarakat.
Mahfud melanjutkan, sulitnya pemberantasan korupsi di Indonesia akibat ’terkunci’ oleh perbuatannya di masa lalu. Misalnya, banyak pejabat ‘terkunci’ masa lalunya karena melakukan korupsi, sehingga tidak bisa bekerja secara optimal. Oleh sebab itu, Mahfud berpendapat bahwa salah satu alternatif pemberantasan korupsi adalah memutus seseorang yang ‘terkunci’ dengan masa lalunya sebagai koruptor. Selama hubungan si koruptor dengan masa lalu itu tidak diputus, hal ini menjadi susah untuk memberantas korupsi.
Di sisi lain Mahfud menyayangkan penanganan korupsi tidak tuntas, meski sebenarnya menurutnya materi hukum yang ada di Indonesia bisa dikatakan begitu lengkap. “Hukum apa pun yang kita perlukan sudah tersedia, tinggal digunakan,” kata Mahfud
Lebih lanjut Mahfud mengutarakan, persoalan yang belum terselesaikan sekarang di Indonesia bukanlah masalah konflik budaya, keagamaan maupun kebangsaan, namun justru masalah penegakan hukum dan keadilan. Bahkan ketidakadilan bisa menjadi pemicu disintegrasi bangsa.
“Ketidakadilan mula-mula menyebabkan masyarakat jadi apatis, lalu melakukan pembangkangan, hingga berujung pada pemberontakan,” tandas Mahfud. (Nano Tresna A./mh)