Jakarta, MKOnline - Sebagai rangkaian kegiatan menyambut Hari Ulang Tahun Mahkamah Konstitusi (MK) ke-8, MK menyelenggarakan acara Simposium Internasional dengan tema Constitutional Democratic State atau ‘Negara Demokrasi Konstitusional’ pada 10 – 14 Juli 2011 mendatang di Hotel Shangrilla, Jakarta. Hal ini disampaikan oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD dalam acara jumpa wartawan pada Selasa (5/7), di Ruang Delegasi MK.
“Acara ini akan dihadiri oleh 23 negara yang diwakili oleh Ketua MK dan/atau Ketua Parlemen masing-masing negara. Acara ini akan dibuka langsung oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada Senin, 11 Juli 2011 di Istana Negara. Presiden pun akan menjadi keynote speaker dalam acara tersebut,” terang Mahfud dengan didampingi oleh delapan hakim konstitusi, Sekretaris Jenderal MK Janedjri M. Gaffar beserta Panitera MK Kasianur Sidauruk.
Secara internasional, Mahfud mengatakan MK telah mendapat pengakuan. Dalam 13 tahun berjalannya era reformasi, lanjut Mahfud, tidak dapat dipungkiri adanya kemajuan dalam bidang penegakan konstitusi. “Bahkan beberapa duta besar kita mengatakan dubes Indonesia di luar negari sudah bisa tampil dengan gagah dan percaya diri karena penegakan konstitusi di era reformasi berlangsung dengan sangat baik. Kami (Dubes, red.) punya diplomasi konstitusi,” katanya.
Mahfud memaparkan penegakan konstitusi di Indonesia di mata dunia internasional dianggap maju dalam penegakan konstitusi karena dua hal. Pertama, terbentuknya MK yang cukup menarik dunia internasional melalui putusan-putusannya yang fenomenal. “Ini dibuktikan dengan undangan-undangan negara lain dalam forum internasional (kepada MK),” ujarnya.
Kedua, lanjut Mahfud, penegakan konstitusi sudah mengalami kemajuan dibuktikan dengan tidak adanya lagi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) oleh negara terhadap rakyatnya. Pada jaman orde baru, banyak terjadi pelanggaran HAM oleh negara, misalnya kasus di Aceh, Ambon dan lainnya. “Kini tidak ada lagi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara terhadap rakyatnya. Kalaupun ada, pelanggaran HAM tersebut bersifat horizontal. Maksudnya horizontal, yakni pelanggaran HAM yang dilakukan oleh rakyat terhadap rakyat ataupun kelompok masyarakat terhadap kelompok masyarakat tertentu,” paparnya.
Demokrasi Konstitusional
Dalam kesempatan itupula, Sekjen MK Janedjri M. Gaffar memaparkan lebih lanjut mengenai simposium internasional yang rencananya akan dihadiri oleh 255 peserta dari 23 negara. Menurut Janedjri, Simposium Internasional ini bertujuan untuk mendapat masukan mengenai pelaksanaan demokrasi yang konstitusional dari berbagai negara peserta. Tiga subtema tersebut, lanjut Janedjri, di antaranya The Role of Constitutional Court and Equivalent Institutions in Strengthening The Principles of Democracy (Peran MK dan Instititusi Sejenis dalam Menguatkan Prinsi-prinsip Demokrasi), Democratization of Lawmaking Process (Demokratisasi Proses pembuatan Undang-Undang), serta The Mechanism of Checks and Balances Among State Institutions (Mekanisme Checks and Balances Antarlembaga Negara).
“Selain Presiden RI, ketua lembaga negara dari tiga cabang kekuasaan akan menyampaikan makalah. Legislatif akan diwakili oleh Ketua MPR, DPR, dan DPD. Presiden akan mewakili cabang eksekutif. Serta, dari yudikatif, akan diwakili oleh Ketua MK sekaligus sebagai tuan rumah. Nantinya peserta dibagi menjadi tiga komisi yang akan membahas mengenai tiga subtema tersebut. Kemudia, hasil pembahasan komisi akan dilaporkan pada pleno untuk menjadi masukan dalam praktik mewujudkan negara demokrasi konstitusional. Hasil pleno tersebut akan dituangkan dalam buku yang akan disebarluaskan ke seluruh negara peserta dan juga lembaga negara serta perguruan tinggi dalam lingkup nasional,” tandas Janedjri.
Menurut Janedjri, selain Ketua MK dan institusi sejenis beserta ketua parlemen luar negeri, MK juga mengundang dekan dan pengajar Fakultas Hukum dan FISIP beserta Guru Pendidikan Kewarganegaraan setingkat SMU. Beberapa perwakilan negara yang dipastikan hadir di antaranya dari Austria, Azerbaijan, Chili, Kolombia, Jerman, Kazakhstan, Korea, Lituania, Malaysia, Meksiko, Mongolia, Maroko, Filipina, Rusia, Spanyol, Tajikistan, Thailand, Timur Leste, Turki, Ukraina, Uzbekistan, dan Venezuela. (Lulu Anjarsari/mh)