ST Agama Islam NU Temanggung Bertandang ke MK
Selasa, 05 Juli 2011
| 18:45 WIB
Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi saat memberikan materi kepada para mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama Temanggung.mengenai kekuasaan kehakiman, termasuk fungsi dan peran Mahkamah Konstitusi di dalamnya, Selasa (5/7) di Lantai 4 Gedung MK.
Jakarta, MKOnline - Para mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama Temanggung berkunjung ke MK, Selasa (5/7) pagi. Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi pada saat memberikan materi kepada para mahasiswa mengenai kekuasaan kehakiman, termasuk fungsi dan peran Mahkamah Konstitusi di dalamnya.
Ahmad Fadlil Sumadi mengatakan, partai politik itu berasal dari hak asasi setiap orang untuk berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat yang dilindungi oleh UUD 1945. “Dulu, ketika UUD 1945 belum diubah, kalau pemerintah tidak suka pada satu parpol, maka parpol itu ‘ditelikung’ saja karena lama-lama parpol itu mati sendiri. Atau, parpol itu bisa saja dibiarkan hidup tapi ‘dibonsai’ atau tidak boleh berkembang lebih besar,” ujar Fadlil.
Fadlil juga mencontohkan Partai Masyumi di masa lalu yang dibubarkan oleh Presiden Soekarno tanpa prosedur dan alasan yang jelas. “Kalau pemerintah sudah enggak suka, parpol dibubarkan,” ungkap Fadlil menuturkan pada masa Bung Karno. Namun dengan dibentuknya MK pada 13 Agustus 2003, pembubaran parpol harus dilakukan melalui prosedur hukum
Dalam kesempatan itu, Fadlil juga menguraikan mengenai kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka untuk menjalankan peradilan, guna menegakkan hukum dan keadilan. Pelaku kekuasaan kehakiman di Indonesia adalah Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya, selain juga Mahkamah Konstitusi.
Fadlil juga memaparkan kekuasaan Mahkamah Konstitusi yakni mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final dan mengikat terhadap perkara. Sedangkan wewenang MK adalah menguji undang-undang, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan hasil pemilu dan wajib memutus pendapat DPR terkait dengan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatan.
Kewajiban MK wajib memutus pendapat DPR terkait dengan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatan adalah untuk menghindari terjadinya pemakzulan Presiden tanpa prosedur hukum. Hal itu pernah dialami Presiden Soekarno maupun Presiden Abdurrahman Wahid. Pemakzulan Presiden kala itu lebih mendasarkan pada alasan politis, tanpa diketahui kesalahan yang jelas yang harus dibuktikan melalui prosedur hukum.
Selanjutnya, sambung Fadlil, yang menjadi peran Mahkamah Konstitusi adalah menjaga terselenggaranya pemerintahan negara yang stabil berdasarkan konstitusi (the guardian of constitution), melakukan penafsiran terhadap konstitusi (the judicial interpreter of the constitution), melaksanakan prinsip check dan balances, serta menjamin perlindungan hak-hak konstitusional. (Nano Tresna A./mh)