Jakarta, MKonline - Ketua Mahkamah Kontitusi Moh. Mahfud MD membuka Acara Pekan Konstitusi sebagai rangkaian acara menyambut Hari Ulang Tahun MK yang ke-8 pada Senin (27/6), di Aula MK. Acara Pekan Konstitusi ini mengusung tema “Mewujudkan Mahkamah Konstitusi sebagai Lembaga Peradilan yang Bersih” di tengah maraknya isu yang menerpa lembaga pengawal konstitusi ini.
Mahfud dalam sambutannya mengatakan tema tersebut diangkat berkaitan dengan langkah-langkah pembersihan yang dilakukan MK secara internal. “Hal tersebut untuk membuktikan bahwa kami (MK, red.) memiliki komitmen yang tinggi untuk memperbaiki. Sepanjang sejarah MK berdiri, hanya ada dua kasus yang terjadi dalam internal MK, yakni kasus Dirwan Mahmud dan pemalsuan surat MK. Namun, kedua kasus tersebut tidak menyentuh proses pengambilan putusan sama sekali. Seperti kasus Dirwan Mahmud yang baru melapor setelah putusan MK keluar, sama halnya dengan pemalsuan surat MK terjadi setelah putusan keluar,” urainya.
MK akan menindak tegas siapapun yang berusaha untuk merusak sistem peradilan di MK. “Setiap pihak yang mengganggu peradilan MK, maka itu berarti ia juga mengganggu konstitusi. Mengganggu konstitusi, maka berarti ia juga telah mengganggu demokrasi. Dan, mengganggu demokrasi berarti melanggar hak-hak konstitusional rakyat,” tegas Mahfud di hadapan para hakim konstitusi, Sekretaris Jenderal MK Janedjri M. Gaffar, Panitera MK Kasianur Sidauruk, para pejabat dari sejumlah institusi serta para pegawai MK.
Salah satu kegiatan yang digelar sebagai bagian dari Pekan Konstitusi adalah Pameran Sejarah MK. Menurut Mahfud, kegiatan ini memiliki tiga makna penting, yakni untuk mengingatkan terhadap jati diri, mengingatkan ketidakbenaran akan memberikan pelajaran bagi pelakunya. “Dan, sekali berbohong akan melahirkan kebohongan-kebohongan selanjutnya. Bagi MK, tidak ada harga yang sebanding dengan kepercayaan yang telah diberikan masyarakat kepada MK,” katanya.
Lembaga peradilan, terang Mahfud, merupakan benteng terakhir bagi masyarakat untuk mencari keadilan haruslah bebas dari penyakit korupsi. Apalagi, tambah Mahfud, tiga pilar dari keempat pilar demokrasi, yakni legislatif, eksekutif, yudikatif sedang ‘sakit’. “Maka diperlukan kekuatan masyarakat. Untuk itulah, MK tidak hanya mengandalkan integritas lembaga semata, tetapi juga bekerja sama dengan masyarakat sipil untuk membangun peradilan yang kokoh,” terang Mahfud.
Dalam kesempatan itu, Mahfud juga menegaskan bahwa MK tidak menutup pengawasan bagi pihak luar (pengawasan eksternal, red.). Selain itu, Mahfud menerangkan bahwa MK juga melakukan pengawasan internal, di antaranya melalui kerja sama antara MK dengan Polri dan Komisi Yudisial untuk menindaklanjuti pelanggaran kode etik serta dengan KPK untuk menindaklanjuti whistle blower system. “Semua itu semata-mata untuk meningkatkan pelayanan kepada publik. Kemudian Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK membuka seluas-luasnya informasi tentang MK kepada pers terkecuali informasi yang bersifat rahasia. Ini kami harapkan agar masyarakat mengetahui apa yang kami kerjakan sehingga masyarakat akan mendapat informasi terbuka karena pada akhirnya common sense yang akan menentukan sesuatu baik atau tidak. Kami tidak pernah takut dan alergi terhadap pengawasan eksternal sepanjang kami masih terbuka untuk penegasan bantahan dan menunjukkan bukti lain,” tandasnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal MK Janedjri M. Gaffar dalam sambutannya menuturkan, MK mencapai banyak keberhasilan di usia 8 tahun dengan memutus dan memeriksa perkara sesuai dengan kewenangannya termasuk perkara penyelesaian sengketa Pemilukada yang dibatasi waktu. “Dari sisi substansi, Putusan MK yang bersifat progresif dan mengedepankan keadilan substantif telah memberikan pengaruh aura positif dalam penegakan hukum di Indonesia. Semenetara dalam administrasi umum dan yustisial, MK telah membuktikan diri sebagai lembaga peradilan yang modern dan terpercaya,” jelasnya.
Janedjri juga memaparkan MK akan terus mengedepankan transparansi dan akuntabilitas dalam melakukan tata kelola pemerintahannya. “Upaya tersebut telah membuahkan hasil dengan diakuinya MK sebagai sala satu ikon reformasi. Kemudian diraihnya penghargaan atas Laporan Akuntabilitas Instansi Pemerintah dari Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, serta penghargaan tertinggi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan selama 7 tahun berturut-turut sejak 2005 sampai sekarang,” tuturnya.
Pada HUT yang ke-8 ini pula, Janedjri memaparkan rencana MK mengadakan simposium internasional yang melibatkan 23 negara. Simposium internasional ini akan mengangkat tema “Negara Demokrasi Konstitusional” dengan tiga subtema yang menjadi pokok bahasan. “Tiga subtema tersebut, yakni peran Mk dalam Menguatkan Prinsip-Prinsip Demokrasi, Demokratisasi dalam Proses Pembentukan Undang-Undang serta Mekanisme Check and Balances antarcabang Kekuasaan Negara. Simposium ini memiliki makna sebagai peran aktif MK RI di dunia internasional,” paparnya.
Pekan Konstitusi yang diselenggarakan sejak 26 Juni 2011 sampai dengan 2 Juli 2011 ini, memiliki serangkaian acara. Rangkaian acara tersebut, di antaranya Lomba Debat Konstitusi untuk Mahasiswa yang lolos dari 24 perguruan tinggi dari 6 regional, Lomba Cerdas Cermat Tuna Netra untuk Pelajar Setingkat SLTP, Lomba Karya tulis, Lomba Foto Jurnalistik bagi Media Massa, Anugerah Konstitusi Award bagi Media Massa, Lomba Anugerah Konstitusi untuk Para Guru PKn, Moot Court untuk perguruan tinggi, serta Pameran Foto MK dan Legal Affair. (Lulu Anjarsari/mh)