Jakarta, MKOnline - Penegakan hukum di Indonesia secara umum berjalan cukup baik. Namun, penegakan hukum yang kurang berjalan di negeri kita adalah menyangkut korupsi dan pejabat. Meskipun demikian Indonesia saat ini mengalami kemajuan di bidang hak asasi manusia.
“Dianggap maju karena selama masa reformasi tidak ada pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan negara terhadap warga negara,” ujar Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD dalam acara Forum Group Discussion (FGD) Indopos bertema “Penegakan Hukum, Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas” di Graha Pena, Jakarta, Jumat (24/6) sore.
Mahfud melanjutkan, sulitnya pemberantasan korupsi di Indonesia akibat terjadinya ‘penyanderaan’ oleh perbuatannya di masa lalu. Misalnya, banyak pejabat ‘tersandera’ masa lalunya karena melakukan korupsi, sehingga tidak bisa bekerja secara optimal. “Mau baik pun diejek orang. Kamu mau apa, toh dulu kamu juga korupsi,” jelas Mahfud.
Oleh sebab itu, Mahfud berpendapat bahwa salah satu alternatif pemberantasan korupsi adalah memutus seseorang yang ‘tersandera’ dengan masa lalunya sebagai koruptor. Menurut Mahfud, selama hubungan si koruptor dengan masa lalu itu tidak diputus, hal ini menjadi susah untuk memberantas korupsi.
“Misalnya melakukan ‘pemutihan’ terhadap para koruptor di masa lalu, hal itu yang paling mungkin, meski banyak juga orang yang kurang setuju. Dengan demikian, para koruptor akan terputus dengan masa lalunya dan memulai kerjanya dengan lebih bersih,” urai Mahfud.
Selain Mahfud, sejumlah narasumber lainnya hadir dalam FGD Indopos, antara lain Suparman Marzuki dari Komisi Yudisial (KY) yang menekankan pentingnya menjaga harkat dan martabat seorang hakim, menjadi hakim yang mulia dan memuliakan.
“Saya prihatin, ada kabar bahwa untuk menjadi hakim saat ini harus membayar Rp 300 juta. Berarti dari awal yang dipikirkan hanya mengejar uang semata. Padahal profesi hakim adalah profesi yang mulia dan tidak gampang menjalankannya,” imbuh Suparman.
Saldi Isra selalu pakar hukum tata negara, yang hadir dalam FGD Indopos setuju dengan profesi hakim yang bermartabat. Ia mencontohkan, seorang hakim di Birmingham, Inggris, tidak bersedia diberikan bantuan payung saat hujan, khawatir terjadi intervensi atau pembicaraan terkait perkara yang ditanganinya. Selanjutnya, terkait pemberantasan korupsi, Saldi menguraikan tiga hal penting yakni, pencegahan, penegakan hukum dan pengembalian uang hasil korupsi.
Sementara itu, narasumbet FGD Indopos berikutnya, Hakim Agung Salman Luthan menyarankan agar Indonesia mencontoh sejumlah negara dalam memberantas korupsinya. Caranya, dengan memberikan denda dua hingga tiga kali lipat dari hasil korupsi untuk menimbulkan efek jera. Lain lagi dengan narasumber Bambang Widjojanto yang meminta agar dilakukan survei terkait korupsi kepada pembaca media, dari mulai penyebab potensial korupsi hingga penanganan korupsi secara efektif.
Makna Taqwa
Sebelum menjadi narasumber acara FGD Indopos, Mahfud juga memberi khutbah shalat Jumat di lingkungan Indopos Group. Dalam kesempatan itu Mahfud mengungkapkan makna dari taqwa yang berarti kehati-hatian dalam menjalani kehidupan. “Makna taqwa diibaratkan seseorang yang berjalan di tepi jurang terjal yang sangat gelap, sehingga orang harus hati-hati melangkahnya,” kata Mahfud.
Dalam khutbah Jumat, Mahfud menekankan pentingnya mengingat sejarah, bahwa bangsa yang besar adalah yang selalu mengingat sejarah para pahlawan dan orang-orang besar di masa lalu. Seperti dikatakan Bung Karno dengan istilah “Jas Merah” yang merupakan singkatan dari “Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah”.
Sedemikian pentingnya belajar dari sejarah orang besar di masa lalu, seperti tertulis dalam Al-Qur’an soal ditenggelamkannya Fir’aun di laut Merah oleh Kekuasaan Allah SWT saat mengejar Musa dan kaumnya, Disebutkan dalam Al-Qur’an, detik-detik terakhir jelang kematiannya, Fir’aun mengakui adanya Allah SWT dan memohon agar ia diselamatkan dari kematian. “Doa Fir’aun didengar oleh Allah SWT, namun yang diselamatkan hanyalah tubuhnya, bukan jiwanya. Hal ini menurut firman Allah SWT, agar menjadi pelajaran bagi orang-orang yang hidup sesudah kamu,” tandas Mahfud. (Nano Tresna A./mh)