Jakarta, MKOnline - Sidang lanjutan perkara nomor 72-73/PHPU.D-IX/2011 kembali digelar oleh Mahkamah Konstitusi, Kamis (23/6) siang, di Ruang Sidang Panel MK. Pada kesempatan itu, Panel Hakim yang di ketuai oleh Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar ini telah mendengarkan jawaban Termohon (KPU Kab. Flores Timur), tanggapan Pihak Terkait (pasangan calon Yoseph Lagadoni Herin-Valentinus Tukan) serta keterangan saksi-saksi.
Dalam jawabannya, Termohon menyatakan bahwa pihaknya telah menyelenggarakan Pemilukada Kab. Flores Timur sesuai aturan yang berlaku. Menurutnya, pelanggaran-pelanggaran yang didalilkan oleh Pemohon merupakan kewenangan Panitia Pengawas Pemilukada (Panwas) untuk menyelesaikannya. “Pidana Pemilu harus diselesaikan melalui jalur hukum pidana,” tegasnya.
Lagipula, sambung Termohon, selama tahapan Pemilukada berlangsung, berdasarkan catatan Panwas, seluruh pasangan calon tidak ada yang melaporkan ataupun mengadukan pelanggaran yang terjadi. “Baru setelah pemungutan suara, masuk laporan oleh pasangan Simon Hayon,” sambung Termohon. Namun, setelah ditunggu hingga batas waktu yang ditentukan, yakni selama tujuh hari, bukti yang diminta tak kunjung diserahkan. “Sehingga dianggap lewat waktu.”
Selain itu, menurut Termohon, tidak ada gejolak sosial yang terjadi selama Pemilukada berlangsung. “Tidak ada demo-demo (baca: demonstrasi) sebagai parameter gejolak sosial,” katanya.
Sedangkan terhadap dalil Pemohon 73, kuasa Termohon lainnya, Petrus Jarot, membenarkan ada penundaan pelaksanaan pemungutan suara. Namun, menurutnya, penundaan itu disebabkan oleh adanya perintah dari Pengadilan Tata Usaha Negara Kupang karena ada bakal pasangan calon yang menggugat. Selain itu, keterlambatan juga dikarenakan adanya pergantian komisioner KPU Kab. Flores Timur dan pengucuran dana yang tersendat.
Sedangkan terkait dalil penggelembungan suara, menurut Petrus, itu disebabkan adanya kesalahan pengisian angka oleh petugas. Namun, menurutnya, persoalan ini telah selesai. “Kami sudah perbaiki berdasarkan kewenangan,” tegasnya.
Adapun Pihak Terkait, menyatakan, dalil Pemohon hanyalah mengada-ada. Pihak Terkait menegaskan bahwa tudingan bahwa adanya persengkongkolan antara pihaknya dengan kontraktor adalah tidak benar. “Asumsi tidak berdasar,” tegas Pihak Terkait. Menurutnya, dalil tersebut tidak memiliki relevansi sama sekali dengan tuduhan bahwa terjadi pelanggaran secara terstruktur, sistematis dan masif.
Dukungan Gubernur
Untuk memperkuat dalil-dalilnya, Pemohon 72 telah menghadirkan 15 saksi pada kesempatan yang sama. Dalam kesaksiannya, para saksi banyak mengungkapkan tentang keterlibatan para Pegawai Negeri Sipil, mulai dari para pejabat pemerintahan daerah hingga camat dan kepala desa.
Salah satu saksi, Camat Kecamatan Witihama, Didakus, bersaksi bahwa dirinya pernah secara terang-terangan diminta oleh Gubernur Nusa Tenggara Timur, Frans Lebu Raya, untuk mendukung Pihak Terkait. “Kami diminta untuk memenangkan paket Sonata (sebutan bagi Pihak Terkait),” ujarnya. Menurutnya, permintaan tersebut disampaikan kepada sejumlah camat dan kepala desa. Keterangan ini juga dibenarkan oleh Camat Ileboleng, Pius P.
Sedangkan saksi lainnya, Mathius, seorang mahasiswa, mengungkapkan bahwa gubernur telah memfasilitasi pembentukan forum mahasiswa untuk mendukung Paket Sonata. Menurutnya, pertemuan pernah dilakukan di kediaman sang Gubernur. Bahkan, pertemuan juga dihadiri oleh enam kepala dinas. Setidaknya, Gubernur pernah menggelontorkan uang sejumlah Rp. 70 juta dalam rangka mendukung Paket Sonata. (Dodi/mh)