Jakarta, MKOnline - Sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kota Jayapura 2011 - Perkara No. 69, 70 dan 71/PHPU. D-IX/2011 - kembali digelar pada Rabu (22/6) siang di ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK), masih dalam agenda pembuktian dan keterangan saksi para pihak. Para Pemohon, antara lain Hendrik Warumi, Pene Ifi Kogoya, dan Abisai Rollo. Majelis Hakim Konstitusi terdiri atas Achmad Sodiki (Ketua), Harjono (Anggota) dan Ahmad Fadlil Sumadi (Anggota).
Saksi Pihak Pemohon, Festus Asso, memberikan keterangan terkait mobilisasi massa di asrama Nayak tempat ia tinggal. Selain itu Festus mengungkapkan adanya pemberian dana untuk dirinya dan beberapa orang lainnya, demi memenangkan kandidat no. urut 2. Namun, Festus lupa nama orang yang memberi dana tersebut.
“Penerima uang itu adalah badan pengurus asrama. Setelah terima uang, kami rapat di asrama,” kata Festus yang juga menerangkan adanya pemberian bantuan satu set kursi ke asrama, agar mendukung kandidat no.urut 2.
Saksi Pihak Pemohon berikutnya, Lukman Nurdiansyah Relibu menuturkan adanya pelanggaran pelaksanaan Pemilukada Kota Jayapura 2011, soal jadwal pemilukada yang berubah-ubah. Pada 16 Mei 2011 disiarkan oleh KPUD Jayapura melalui RRI bahwa Pemilukada Kota Jayapura 2011 akan ditunda dan dilaksanakan 20 Mei 2011. Kemudian pada 17 Mei 2011 diumumkan lagi melalui RRI bahwa Pemilukada Kota Jayapura 2011 akan dilaksanakan pada 18 Mei 2011.
Kemudian, Lukman melihat ada pelanggaran lainnya, bahwa pelaksanaan pemungutan suara tidak berjalan sesuai prosedur. Bahwa seharusnya pelaksanaan pencoblosan pemungutan suara dilaksanakan pada 18 Mei 2011 pukul 10.00-14.00, bukan dilaksanakan pukul 07.00-13.00. Selain itu, pada pukul 15.00 Ketua KPPS baru mengumumkan rapat pemungutan suara, bukan diumumkan pada pukul 13.00.
Hal lainnya, Lukman menceritakan pada 18 Mei 2011 sebelum pukul 13.30 ia mengamati kejadian di seputar lokasi TPS 06. Saat itu terdapat 40 orang yang datang mau mencoblos. Menurut Lukman, mereka tercatat dalam DPT di TPS tersebut, tetapi tidak mendapatkan undangan.
“Mereka kemudian melapor di KPPS, ada Panwas juga, tetapi mereka tenang-tenang saja. Lantas 40 orang itu melapor tidak punya undangan, namun tidak ada tanggapan serius dari Panwas dan Ketua KPPS maupun pihak-pihak yang bertugas di situ,” urai Lukman.
Sementara itu Saksi Pihak Pemohon berikutnya, Zet Telly H. Rollo selaku tokoh masyarakat khusus Distrik Muara Tami, Jayapura. Zet menyampaikan bahwa jelang Pemilukada di Muara Tami, suasana aman-aman saja, tidak ada hal-hal yang meresahkan masyarakat atau calon pemilih dalam pemilukada.
Tetapi yang terjadi selanjutnya, ungkap Zet, saat pelaksanaan pemilukada, beritanya simpang siur. Ada yang bilang pemilukada jadi dilaksanakan, ada juga yang mengatakan tidak. Karena tidak ada kepastian, sebagian warga masyarakat jumlahnya sekitar 50% pergi ke ladang. Sedangkan sisanya tetap berangkat menuju TPS. Ternyata, belakangan diketahui bahwa pemilukada tetap berlangsung.
Zet sempat mendengar kabar bahwa sesuai hasil penghitungan suara di Distrik Muara Tami, khususnya di Koya Timur ada sekitar 300 lebih. “Tidak meratanya hasil penghitungan suara, karena sebagian warga kami sudah bekerja di ladang. Demikian yang saya mau sampaikan kepada Yang Mulia,” tandas Zet.(Nano Tresna A.)