Jakarta, MK Online - Pengetahuan dan keterampilan dalan hukum acara Mahkamah Konstitusi (MK) sangat diperlukan. Tidak hanya diperlukan oleh hakim konstitusi dan pegawai MK, tetapi juga para pihak yang berperkara di MK. Oleh sebab itu, Pendidikan Hukum Acara MK selayaknya diberikan kepada tiap perguruan tinggi. Demikian disampaikan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Moh. Mahfud MD, saat membuka acara ”Pendidikan dan Pelatihan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi” di Lantai 4 Gedung MK, Jakarta, Senin (20/6).
Dalam kesempatan tersebut, turut hadir mantan Hakim Konstitusi, I Dewa Gede Palguna, Sekretaris Jenderal MK Janedjri M. Gaffar, dan sekitar 101 pengajar hukum acara MK dari seluruh daerah di Indonesia.Menurut Mahfud, patut disadari hukum acara saat ini memang masih tumbuh berkembang menuju kemapanan. Dalam Undang-Undang MK juga tidak memberikan peraturan yang rijid. Oleh sebab itu, hukum acara MK lebih banyak di atur dalam peraturan MK. ”Sampai saat ini masih kewenangan MK yang belum pernah dilaksanakan, yaitu pembubaran partai politik dan impeachment,” papar Mahfud.
Lebih lanjut Mahfud mengatakan, keberadaan MK telah menumbuhkan sepirit baru pada dunai hukum di Indonesia, khususnya terhadap hukum tata negara. Belakangan ini, menurutnya, apabila kita mengikuti pemberitaan di media massa, banyak orang yang mengatakan masih ada dua lembaga hukum yang bisa diharapkan untuk pembangunan hukum dan pemberantasan korupsi, yaitu MK dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). ”Tetapi sekarang ini, banyak juga orang yang mengatakan hanya tinggal MK, karena KPK dinilai gamang dalam bekerja,” tegas dia.
Di samping menyoroti keberadan MK di masyarakat, Mahfud juga menyinggung tentang keberadaban hukum tata negara zaman dulu sebelum MK berdiri. Menurutnya, dulu belajar hukum tata negara bukan pilihan yang utama. ”Biasanya yang memilih hukum tata negara adalah para aktivis yang memang minat terhadap bidang itu. Itu pun tidak semua aktivis. Banyak dari mereka yang memilih hukum pidana, maupun hukum perdata. Oleh karenanya, yang mengambil hukum tata negara selalu segelintir mahasiswa. Tetapi sekarang sudah tumbuh besar,” tegas Mahfud.
Yang lebih penting lagi menurut Mahfud, perubahan drastis bukan hanya karena akibat perubahan UUD 1945 pada 1999-2002, tetapi juga setelah MK berkiprah sejak berdirinya, Agustus 2003. Mahfud merasakan mulai tahun 2005, terjadi perkembangan hukum tata negara. Konstitusi menjadi perhatian yang menarik dalam dunia kampus. ”Oleh karena itu, saya tidak bisa membanyangkan kalau tidak benar cara membangun MK, lembaga ini akan seperti lembaga-lembaga lain yang tidak mempunyai taring dan hanya sekadar menangani persoalan-persoalan formalitas, sebagaimana tertuang dalam peraturan per-UU-an,” terang Mahfud.
Menurut Mahfud, MK saat ini sudah memulai membangun peradilan yang berwibawa, akuntabel, transparan, cepat, dan logikanya bisa dikontrol. Oleh sebab itu, pendidikan dan pelatian hukum acara MK menjadi perlu untuk dipahami. ”Apalagi sekarang sudah banyak perguruan tinggi yang mengajarkan hukum acara MK sebagai mata kuliah, sehingga dengan acara ini diharapkan para pengajar tidak hanya mengetahui hukum normatif hukum acara MK, tetapi akan diperkaya dengan perkembangan praktek di MK,” harap Mahfud.
Materi Acara
Acara yang akan di selenggarakan mulai 20 sampai dengan 23 juni 2011 ini berisi materi yang yang akan didiisi oleh pemateri yaitu hakim konstitusi, mantan hakim konstitusi, dan pakar hukum yaitu I Dewa Gede Palguna, yang akan menyampaikan Tentang Undang-Undang Dasar 1945 dan MK dalam Sistem Ketatanegaraan RI, Arief Hidayat tentang Pancasila, A.S. Natabaya tentang Teori dan Supremasi Konstitusi, Maruarar Siahaan tentang Prosedur Beracana Dalam Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara (SKLN), Kasianur Sidauruk tentang Penyelenggaraan Administrasi Yustisial, Pengurus DPP APHAMK tentang Internal APHAMK, Maria Farida Indrati tentang Prosedur Beracara dalam Pengujian UU terhadap UUD.
Nara sumber yang juga akan memberikan materi pada tanggal 22 dan 23 yaitu Fadzlun Budi dan Pan Moh. Faiz tentang Praktek Penyusunan Permohonan Pengujian Undang-Undang(PUU) dan Praktek Penyusunan Putusan PUU, M. Ali Safaat tentang Prosedur Beracana Dalam Pembubaran Partai, A. Mukthie Fadjar tentang Prosedur Beracara dalam Perselisihan Hasil Pemiluhan Umum (PHPU), Hamdan Zoelva tentang Prosedur Beracana dalam Memutuskan Pendapat DPR Mengenai Dugaan Pelanggaran Hukum oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden Menurut Undang-Undang Dasar dan Presiden dan/dtau Wakil Presiden, dan terakhir oleh Sekjen MK Janedjri M. Gaffar tentang MK: Menuju Court Excellence. (Shohibul Umam/mh)