Jakarta, MK Online - Berbagai persoalan yang dihadapi oleh bangsa akhir-akhir ini, seperti korupsi, radikalisasi sebagian kelompok Islam ditanggapi oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Moh. Mahfud MD. Dalam sebuah diskusi yang diadakan oleh The Wahid Institute, Jumat (17/6), Mahfud mengaharapkan peran Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasai terbesar di Indonesia untuk turut aktif menyelesaikan persoalan tersebut.
”Bagaimana dulu bangsa ini dikoyak dengan berbagai persoalan, NU berhasil mengambil peran penting. Sekarang muncul berbagai kelompok radikal dari kelompok Islam, NU harus ambil peran untuk mengatasinya. oleh karenanya, kalau dulu untuk menyelamatkan bangsa dan negara itu bertumpu pada penguatan ideologi, tetapi sekarang implementasi ideologi itu yang menjadi ancaman, ” tegas Mahfud.
Dalam diskusi terbatas hadir beberapa tokoh, diantaranya Hj. Sinta Nuriyah (Istri dari Abdurrahman Wahid, Presiden ke-4 RI), KH. Hasyim Muzadi (Mantan Ketua Umum PBNU), Yenny Zannuba Wahid (Ketua Umum Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia.), Khofifah Indar Parawansa (Ketua Umum Muslimat Nahdhotul Ulama), Chairul Anam (ketua Umum Partai Kebangkitan Nasional Ulama), serta dihadiri puluhan aktifis NU.
Di samping berbicara tentang ideologi NU yang terancam, Mahfud juga menyingkapi tentang reformsi. Menurutnya, reformasi sekarang tidak berubah dari otoriter ke demokartis, tetapi berubah dari otoriter menuju oligarkis. Yaitu sebuah sistem politik di mana keputusan-keputusan politik diambil secara kuorum oleh elit-elit politik, kemudian berpolusi di antara mereka sendiri. ”Coba kita lihat setiap keputusan politik diambil oleh pimpinan-pimpinan politik yang berkoraborasi dengan pimpinan politik yang lain, rakyat tidak dipikirkan,” jelasnya.
Lebih lanjut Mahfud mengatakan, sistem politik mengarah ke oligarki, yang mana politik saling uji dan saling sandra. ”Bagaimana seorang Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terang benaran melanggar etika, kode etik DPR tidak masuk tampa pamit dan berbicara bohong memang itu bukan masalah hukum tetapi etika,” terangnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Yenni Wahid. Menurutnya Banyak kader-kader NU yang berada pada partai politik bahkan berada pada posisi strategis di pemerintahan. Namun, tidak banyak dari kader-kader yang tidak memperjuangkan suara rakyat. Berangkat dari kegelisaan itu, ”harus adanya upaya merevitalisasi lagi gerakan-gerakan NU baik dari tingkatan struktur maupun dari tingkatan kultural”. jelas dia.
Sementara itu, Choirul Anam (ketua Umum Partai Kebangkitan Nasional Ulama) mengatakan bahwa setiap hari merenung, bagaiamana partai-partai politik yang kecil akan hancur apabila partai-partai yang berkuasa tidak bisa menjaga amanat rakyat. Oleh karena itu, ia mengingatkan, ”NU sebagai organisasi besar memegang peranan penting dalam mengatur semua yang ada dinegara ini, kalau tidak cepat diatasi akan berbahaya,” tegasnya.(Shohibul Umam/mh)