Jakarta, MKOnline – Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Moh. Mahfud MD yang ditemui wartawan di ruang kerjanya mengatakan pihaknya akan menghormati apapun keputusan DPR dan pemerintah yang tengah membahas revisi UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (MK). Selain soal rencana revisi UU MK oleh DPR, Mahfud juga memberikan komentar mengenai surat palsu MK.
“Pertama, saya bisa dikatakan gembira, tetapi bisa juga dikatakan agak sedikit kecewa dengan pembentukan Panja ini. Gembira karena dengan Panja ini, kelambanan penanganan kasus ini ditanggapi secara positif oleh DPR. Lamban di kepolisian, DPR lalu membentuk Panja untuk memastikan ini, jadi jalurnya kembali ke jalur pandangan politik, nanti temuannya juga temuan politik,” ujar Mahfud mengenai kasus surat palsu MK.
Lebih lanjut, Mahfud mengatakan dirinya gembira karena dengan adanya Panja maka persoalan ”kursi haram” itu akan terungkap dengan benar dan jelas. Namun, Mahfud mengaku kecewa karena terbentuknya Panja tersebut disebabkan oleh lambatnya proses hukum pidana.
Mahfud juga mengatakan Panja yang nantinya akan mengungkap persoalan surat palsu MK dapat menjadi kotak pandora. Pasalnya, Panja nantinya dapat membuka kasus-kasus lain, bukan hanya soal surat palsu MK. ”Bisa muncul masalah-masalah lain, bisa merembet ke masalah-masalah di daerah yang bukan masalah hukum, tapi masalah politik. Nah, itu risiko dari sebuah Panja,” jelas Mahfud.
Terkait risiko dari diadakannya Panja surat palsu MK, Mahfud menganggap hal itu dapat menjadi ancaman bagi stabilitas politik ke depan. Pertanyaan-pertanyaan seputar keabsahan hasil pemilu, keabsahan anggota di DPR dan DPRD juga bisa muncul sebagai bentuk dari ”kotak pandora” yang dikatakan Mahfud sebelumnya.
Mahfud juga mengatakan siap dipanggil Panja DPR untuk menyampaikan keterangannya. Bahkan, Mahfud siap menjadi orang pertama yang dimintai keterangan terkait surat palsu MK.
RUU MK
Soal UU MK yang rencananya akan direvisi oleh DPR, Mahfud mengatakan dirinya dan para hakim konstitusi menghormati pilihan DPR. Apa pun yang nantinya menjadi isi dalam UU MK yang baru tidak akan dicampuri oleh MK.
”Sejak awal kami diundang secara resmi untuk menilai sebuah RUU, kami menolak. Karena kami tidak boleh berbicara soal RUU, kami berbicara UU yang sudah jadi. Oleh sebab itu sampai sekarang saya mengikuti pendapat masyarakat bahwa ada upaya pembosaian MK, tapi kalau kami di MK tidak merasa begitu. Silakan saja, apa pun pun yang menurut DPR cocok untuk dijadikan peraturan bagi MK, silakan. Kita tidak boleh memotong proses yang sudah berjalan. Biarkan saja, nanti kan ada proses-proses lebih lanjut,” papar Mahfud mengenai sikap MK terhadap rencana revisi UU MK.
Bila nantinya setelah direvisi didapati pasal yang inkonstitusional, Mahfud mengatakan MK dapat mempertimbangkan penghapusan pasal yang inkonstitusional tersebut dan hal tersebut berlaku untuk semua UU, bukan hanya UU MK saja. ”Tapi ingat, MK bekerja berdasarkan moralitas, tidak akan sengaja membatalkan hanya karena menjaga gengsi. MK lebih suka menjaga martabat dirinya daripada melayani emosi-emosi yang tertuang di dalam UU,” tukas Mahfud. (Yusti Nurul Agustin/mh)