Jakarta, MKOnline - Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi menerima dan menyampaikan materi kepada dosen dan mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo, Semarang, di Lantai 4 Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (15/6). Ahmad Fadlil menyampaikan setiap Pemohon yang mengajukan permohonan pengujian UU, pada hakikatnya ia berhadapan dengan negara. Sebab UU dibuat oleh DPR dan Pemerintah.
Kunjungan yang dilakukan ini adalah rangka Kuliah Kerja Lapangan (KKL) yang diikuti oleh 128 mahasiswa dari empat Jurusan yang berbeda dengan didampingi oleh 12 dosen pembimbing. Mereka datang untuk mengetahui sistem ketatanegaraan, hukum konstitusi, dan perkembangan MK.
Dalam kesempatan tersebut, Ahmad Fadlil menjelaskan berbagai hal termasuk bagaimana proses lengsernya Presiden di republik ini. Menurutnya, persoalan yang menjadi sebab turunnya Presiden Soekarno, Soeharto, Habibie, dan Abdurrahman Wahid (Gus Dur), tidak masuk wilayah hukum. Mereka semua turun hanya melalui proses poltik. “Oleh karena itu, kita bertanya, mengapa itu bisa terjadi?” paparnya.
Menurut Fadlil, sebelum MK didirikan pada 13 Agustus 2003, setiap persoalan yang diduga dilakukan oleh Presiden, jalur yang digunakan selalu melalui mekanisme politik. Padahal dalam sistem politik, suara mayoritas menjadi panglima. Bukan urusan benar atau salah, tetapi siapa yang banyak mendapat dukungan dialah yang menang. “Itulah kelemahan demokrasi,” ujar mantan Panitera MK ini.
Peristiwa contek masal yang terjadi di Surabaya, menurut Ahmad Fadlil adalah contoh gamblang bagaimana kelemahan sebuah demokrasi. “Bagaimana seorang anak SD dipaksa oleh gurunya untuk memberi contekan kepada teman-teman lainnya, kemudian oleh sang Ibu hal tersebut dilaporkan ke Dinas Pendidikan Kota Surabaya. Apa yang terjadi kemudian? Ibu dan anaknya ini harus terusir dari tempat tinggalnya! Inilah ironi mayoritas. Mayoritas tidak menjamin kebenaran,” tegas Fadlil Sumadi.
Di sinilah MK hadir untuk menjaga demokrasi agar tidak menyalahi norma-norma, dan nilai-nilai yang ada di dalam konstitusi. Dalam sebuah negara modern, konstitusi adalah hukum tertinggi. Artinya, semua aturan yang ada harus sejalan dengan ketentuan yang terdapat dalam konstitusi. Konstitusi memuat berbagai macam aturan norma, termasuk menjaga hak-hak rakyat dihadapan negara. “Zaman dulu, tidak jelas hak-hak rakyat. Tetapi dengan adanya konstitusi, hak-hak itu tertuang dengan jelas. Dan, tugas MK untuk menegakkannya,” ujarnya.
Mengakhiri pembicaraannya, Ahmad Fadlil kembali menegaskan posisi MK sebagai lembaga peradilan yang secara substansi bertugas untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara. Oleh karenanya, lembaga ini harus pasif menunggu Pemohon untuk mengajukan permohonan. Tidak boleh aktif mencari perkara. “Dalam menjalankan tugas tersebut, MK harus mendepankan keadilan,” ujar kandidat doktor FH Universitas Diponegoro, Semarang, ini. (Shohibul Umam/mh)