Jakarta, MKOnline - Termohon dalam perkara Nomor 68/PHPU.D-IX/2011 tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kota Ambon menganggap apa yang disampaikan oleh Pemohon dalam permohonan yang diajukan hanya sekadar asumsi. Demikian disampaikan Termohon, yang diwakili oleh kuasa hukumnya, Charles. B. Litaay, dalam sidang panel untuk mendengarkan Jawaban Termohon, Keterangan Pihak Terkait dan Pembuktian, di Mahkamah Konstitusi MK, Rabu, (15/6).
Di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Achmad Sodiki, didampingi oleh Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi dan Hakim Konstitusi Anwar Usman, masing-masing sebagai anggota, Charles mengatakan dalil Pemohon pada halaman 14 tentang pelanggaran dan kecurangan yang dilakukan Termohon selaku penyelenggara saat pemungutan suara dan penghitungan suara adalah tidak benar. Menurutnya dalil tersebut dibuat berdasarkan asumsi para Pemohon, bukan berdasarkan fakta. “Pada saat proses pemungutan dan penghitungan suara yang dilakukan oleh Termohon berjalan dengan baik,” jelas kuasa hukum Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Ambon ini.
Hal serupa disampaikan oleh Pihak Terkait, Richard Louhenapessy-Muhammad Armyn Syarif Latuconsina. Melalui kuasa hukumnya, Daniel Tonapa Masiku, Pihak Terkait menolak dalil-dalil Pemohon, khususnya pada halaman 14, yang mengatakan terjadi keanehan dalam TPS 29. “Di sini kami tegaskan bahwa kami memiliki data, dan setelah kami cocokkan dengan Termohon ternyata tidak ada perbedaan, yaitu ada 488 suara sah dari 500 pemilih ynag terdaftar dari Daftar Pemilih Tetap (DPT). Dan, berdasarkan C-3 dari Pihak Terkait dan Pihak Termohon tidak ada keberatan dari pasangan calon.” tuturnya.
Daniel juga menyangkal adanya dugaan keterlibatan PNS di Dinas Pendidikan. Ia juga mengaku tidak mengenal nama Larahim. “Sudah kami cek dalam daftar Tim Sukses Pihak kami, dan kami memastikan bahwa nama tersebut bukan Tim Sukses Pihak terkait,” jelasnya.
Jawaban tersebut dibantah saksi-saksi dari Pemohon. Ada 18 saksi yang dihadirkan oleh Pemohon, diantaranya Patty Uar yang mengatakan anggota KPPS memberikan kartu lebih dari satu kepada pemilih, dan dirinya sudah melaporkan kepada KPPS. “Saya juga mengetahui seorang saksi pada nomor urut 3 bersama istrinya dia mencoblos pada TPS 21 dan 22 Desa Batumerah,” ujarnya.
Saksi lainnya, Rusna, mengatakan bahwa ada pemilih di bawah umur. Ia mengaku melihat ada surat suara yang dicoblos oleh anak kelas 1 SMA yang masih berusia 16 tahun. “Bahkan saya mengetahui ada suami istri, Waito dan Lak Ende, mencoblos menggunakan nama orang lain,” terangnya.
Ilyas Rumadhan, menuturkan ada orang yang menyewa mobil dan dia untuk menjadi sopir untuk mengantar 11 orang pergi ke beberapa TPS untuk mencoblos, diantaranya TPS 22, 12, 13, 14, 15, dan terakhir 40. “Setiap kali selesai mencoblos, tangan mereka dibersihakan dengan buyclin (sabun cuci tangan, red) agar tidak ketahuan kalau ia sudah mencoblos,” terangnya. (Shohibul Umam/mh)