Keberatan Syarat Pendirian Parpol, Pendiri âPartai SRIâ Uji UU Parpol
Rabu, 15 Juni 2011
| 15:35 WIB
Muhammad Asrun Kuasa dari Pemohon yaitu D. Taufan, Goenawan Mohamad, Rahman Tolleng, Fikri Jufri, Dana Iswara Basri, M. Husni Thamrin, Budi Arie Setiadi, Susy Rizky Wiyantini, dan Sony Santoso yang menamakan dirinya Warga Negara Indonesia Pro-Demokrasi dan HAM, pada sidang pengujian Undang-Undang (UU) No.2 Tahun 2011 tentang perubahan UU No.2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, Rabu (15/6) di Ruang Sidang Panel Gedung MK.
Jakarta, MKOnline – Sembilan Pemohon mengajukan permohonan pengujian Undang-Undang (PUU) Partai Politik (Parpol), Rabu (15/6). Kesembilan Pemohon tersebut menamakan dirinya Warga Negara Indonesia Pro-Demokrasi dan HAM. Para pemohon merasa ketentuan yang berkaitan dengan persyaratan pendirian Parpol yang diatur dalam UU Perpol sangat mempunyai potensi kuat melanggar hak konstitusional Pemohon.
Kesembilan prinsipal Pemohon mempunyai nama yang sudah cukup dikenal masyarakat, yaitu D. Taufan, Goenawan Mohamad, Rahman Tolleng, Fikri Jufri, Dana Iswara Basri, M. Husni Thamrin, Budi Arie Setiadi, Susy Rizky Wiyantini, dan Sony Santoso. Para Pemohon tersebut berlatar belakang sebagai mantan anggota DPR, jurnalis, dan aktivis LSM. Beberapa Pemohon mengaku sedang mempersiapkan suatu partai bernama Serikat Rakyat independent (Partai SRI). ”Para Pemohon menilai persyaratan yang dibebankan untuk mendirikan partai sangat berat, memerlukan biaya sangat besar, dan waktu yang disediakan sangat singkat,” ujar kuasa hukum Pemohon, Muhammad Asrun.
Pasal-pasal yang diujikan ke MK oleh Para Pemohon, yaitu Pasal 2 ayat (1) yang mensyaratkan bahwa Parpol harus didirikan oleh minimal 30 orang dari setiap provinsi. Pasal lainnya yang diujikan, yaitu Pasal 3 ayat (2) huruf c yang mensyaratkan Parpol memiliki kepengurusan di setiap provinsi dengan proporsi, minimal 75 persen di setiap kabupaten dan minimal 50 persen kepengurusan di setiap kecamatan/kota. Pasal terakhir yang diajukan untuk diuji oleh MK, yaitu Pasal 51 ayat (1b) yang menetapkan bahwa verifikasi persyaratan pendirian Parpol dilakukan 2,5 tahun sebelum hari H Pemilu 2014.
Di hadapan Panel Hakim yang diketuai Anwar Usman, Asrun mengatakan bahwa Para Pemohon merasa hak konstitusionalnya telah dilanggar. Hak-hak konstitusional yang dimaksud oleh Pihak Pemohon, yaitu hak kebebasan berserikat dan berkumpul berupa pendirian Parpol, hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif, dan hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
Saran Hakim
Dalam sidang yang beragendakan perbaikan permohonan ini, Panel Hakim memiliki kewajiban untuk menyampaikan saran atau nasihat kepada Pihak Pemohon. Anggota Panel Hakim, Harjono mengatakan UU Parpol, khususnya Pasal 51 ayat (1b) yang diajukan Pemohon sudah dua kali diajukan permohonan pengujian oleh pihak Pemohon lainnya. ”Pasal 51 itu sering menjadi pasal yang dimintakan. Dalam dua perkara sebelumnya saat ini sedang dalam proses untuk diputus,” ujar Harjono memberikan informasi kepada Pihak Pemohon.
Lebih lanjut, Harjono menyarankan agar Pemohon mempertimbangkan pengajuan pengujian Pasal 51 tersebut. Sebab, sesuai PMK bila suatu pasal sudah pernah diujikan dan sudah diputus, maka tidak bisa diujikan kembali kecuali dengan alasan yang sangat istimewa.
Namun, Harjono juga tetap mempersilakan Pemohon bila ingin tetap mengajukan pengujian terhadap Pasal 51 tersebut. ”Sekarang apakah Anda akan memanfaatkan waktu pemeriksaan ini secepat mungkin dengan menyiapkan bukti-bukti lain seperti bukti saksi atau bukti ahli. Nanti, kami bertiga akan memutuskan dengan meminta pertimbangan hakim terlebih dulu apakah akan diputus dulu perkara yang sebelumnya atau diputus bersama-sama dengan permohonan Anda. Karena ini semua hak Anda, 14 hari ini hak Anda,” jelas Harjono mengenai hak dan opsi-opsi yang bisa diambil oleh Pemohon. (Yusti Nurul Agustin/mh)