Jakarta, MKOnline - Sekretaris Jenderal MK Janedjri M. Gaffar menutup acara temu wicara dengan tema “Peningkatan Pemahaman Berkonstitusi dan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Bagi Perwira TNI Angkatan Laut,” di Hotel Aryaduta, Jakarta, Minggu (12/6). Acara ini diselenggarakan atas kerjasama antara MK dan Markas Besar Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (Mabes TNI AL), 10-12 Juni 2011.
Janedjri dalam kesempatan tersebut menyatakan, dengan kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) melakukan pengujian Undang-Undang (UU) terhadap UUD 1945, maka lembaga ini memastikan tidak boleh ada UU yang keluar dari koridor konstitusi. Selain itu, MK juga berupaya untuk menegakkan konstitusi sebagai hukum tertinggi (the supreme law of the land) dalam penataan kehidupan sosial, politik, ekonomi, hukum, dan budaya.
Di hadapan Kadishum TNI AL Laksamana Pertama Poernomo, dan sekitar 200 perwira dari berbagai daerah di Indonesia, Janedjri mengatakan bahwa ketika ada sebuah UU yang dimohonkan dan ternyata dapat dibuktikan dalam persidangan MK bahwa UU tersebut tidak selaras dengan konstitusi, maka UU tersebut wajib dibatalkan. “Meskipun produk hukum tersebut dibuat oleh mayoritas anggota parlemen dan presiden, yang sejatinya adalah dipilih oleh rakyat secara langsung, tetapi MK mempunyai kewajiban untuk membatalkannya,” kata Kandidat Doktor dari FH Universitas Diponegoro, Semarang, ini.
Janedjri juga menyikapi bagaimana integrasi bangsa mulai terguncang dengan maraknya aksi-aksi primordialisme, sektarianisme, dan radikalisme yang memberikan rasa ketidaknyamanan, ketidaktentraman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karenanya, ia mengusulkan agar konstitusi yang merupakan suatu kesepakatan bersama dan hukum tertinggi negara harus ditempatkan untuk meluruskan ketidakharmonisan hukum dan perilaku masyarakat yang menyimpang tersebut.
Dalam kaitan politik pembangunan hukum, Janedjri menuturkan bahwa Pancasila sebagai dasar pencapaian tujuan negara memberikan empat kaidah penuntun, yaitu hukum harus bertujuan dan menjamin intregasi bangsa, bersamaan membangun demokrasi dan nomokrasi, membangun keadilan sosial, dan membangun toleransi beragama yang beradab.
Oleh karenanya, menurut Janedjri, hukum di Indonesia harus bertujuan dan menjamin integritas bangsa baik secara teritorial maupun ideologis. Hukum di Indonesia tidak boleh memuat isi yang berpotensi menyebabkan terjadinya disintegrasi wilayah maupun ideologi. “Walhasil, MK menemukan signifikansinya dalam menjaga integrasi nasional bangsa Indonesia,” terang Janedjri.
Yang tidak kalah penting, menurut Janedjri, sistem demokasi atau kedaulatan rakyat juga harus dibangun dalam batas-batas nomokrasi atau kedaulatan hukum. Dalam hal ini menggunakan konsep constitutional democratic state yaitu demokrasi harus diatur oleh hukum, sedangkan hukum itu sendiri ditentukan oleh cara-cara demokrasi berdasarkan konstitusi.
Sebelum menutup acara, Janedjri berharap dengan temu wicara ini para anggota TNI Angkatan Laut lebih memahami sejarah, subtansi, fungsi konstitusi, dan MK serta perkembangan praktek ketatanegaran yang terbaru dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Shohibul Umam/mh)