Jakarta, MKOnline - Sebagai sebuah lembaga negara yang mempunyai tugas untuk mengawal konstusi, Mahkamah Konstitusi (MK) terus mensosialisasikan kontitusi (UUD 1945) dan Hukum Acara MK. Kali ini MK bekerjasama dengan Markas Besar Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (Mabes TNI AL) mengadakan acara Temu Wicara “Peningakatan Pemahaman Berkonstitusi dan Hukum Acara MK Bagi Perwira TNI AL” di Hotel Aryaduta, Jakarta, 10-12 Juni 2011.
Dalam acara tersebut ada enam hakim konstitusi yang menyampaikan materi, yaitu Hakim Konstitusi Dr. Harjono, S.H., M.C.L., Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H., Dr. H. M. Akil Mochtar, S.H., M.H., Dr. Muhammad Alim, S.H., M.Hum., Dr. Anwar Usman, S.H., M.H., dan Dr. Hamdan Zoelva, S.H., M.H. Selain hakim konstitusi, materi lainnya disampaikan oleh Sekretaris Jenderal MK, Janedjri M. Gaffar.
Hakim Konstitusi Harjono dalam kesempatan tersebut menyampaikan tentang sistem ketatanegaraan RI pasca perubahan UUD 1945 dan memahami UUD 1945 sebagai penjabaran Pancasila. Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati pada saat acara juga menyampaikan materi tentang Hukum Acara Pengujian UU, menegaskan bahwa hukum acara MK diatur di dalam UU No. 24 tahun 2003 tentang MK, dan lebih lanjut diatur dalam Peraturan MK No. 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara Pengujian UU.
Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar sewaktu menyampaikan materi terkait Pemilihan Umum dan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) mengatakan bahwa kewenagan MK tersebut menjadikan lembaga ini sebagai The Guardian of the Democracy (Pengawal Demokrasi). Fungsi atau kewenangan seperti ini, menurutnya, adalah peran yang sangat mulia. Meski ia mengakui tidak mudah untuk menjalankannya.
Untuk menjalankan kewenangan tersebut, Pasal 74 sampai dengan Pasal 79 UU No. 24 tahun 2003 tentang MK telah mengatur bagaimana Hukum Acara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum. Menurutnya, MK Sudah punya pengalaman ratusan perkara yang terkait dengan Perselisihan hasil Pemilu legislatif. MK juga pernah menangani perselisihan Pilpres. “Dan sekarang, sejak tahun 2008, melalui Pasal 236C UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua UU 32 Tahun 2004 Tentang Pemda, MK mendapat tambahan kewenangan untuk menangani perselisihan hasil Pemilukada,” terang Akil.
Materi lainnya, yaitu Hukum Acara Pembubaran Partai Politik dan Sengketa Kewenangan Lembaga Negara yang disampaikan oleh Hakim Konstitusi Muhammad Alim dan Anwar Usman. Sementara materi tentang Hukum Acara Kewenangan Memutus Pendapat DPR Tentang Dugaan Pelanggaran Hukum oleh Presiden/Wakil Presiden disampaikan oleh Hakim Konstitusi, Hamdan Zaoelva.
Di akhir sesi, Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi Janedjri M. Gaffar menyampaikan materi terkait Framework for Court Excellence, atau bagaimana membangun kerangka kerja untuk mencipatakan lembaga peradilan yang Excellence. Menurut Janedjri, untuk membangun lembaga peradilan seperti itu harus mengedepankan beberapa nilai, diantaranya equality before the law, fairness, impartiality, independence of decision-making, competence, integrity, transparency, accesibility, timeliness, dan certainty. (Shohibul Umam/mh)