Jakarta, MKOnline - Ibarat sebuah ikatan suci, konstitusi adalah sebuah produk kesepakatan yang disepakati oleh kita bersama dalam wujud UUD 1945. Demikian disampaikan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Moh. Mahfud MD saat membuka acara temu wicara dengan tema “Peningkatan Pemahaman Berkonstitusi dan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Bagi Perwira TNI Angkatan Laut,” di Hotel Aryaduta, Jakarta, Jumat (10/6).
Dalam acara yang diselenggarakan oleh MK, 10-12 Juni 2011, hadir Wakil Kepala Staff Angkatan Laut Laksamana Madya TNI Marsetio, Sekretaris Jenderal MK Janedjri M. Gaffar, dan sekitar 200 perwira angkatan laut dari berbagai daerah di Indonesia.
Menurut Mahfud, MK adalah sebuah lembaga negara yang mempunyai tugas untuk menguji UU terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang ke¬wenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik, memutus perselisihan ten¬tang hasil pemilihan umum, dan memberikan putusan atas pen¬dapat DPR mengenai dugaan pelanggar¬an oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden. “Itu semua diatur dalam Pasal 24C UUD 1945,” tuturnya.
Mahfud menjelaskan bahwa pada saat MK didirikan pada 2003, Indonesia adalah negara ke-78 di dunia yang mempunyai MK atau institusi sejenis. Jumlah tersebut sekarang sudah bertambah. Pada awal 2009 sudah ada 93 MK atau institusi sejenis. “Pada awal tahun ini, saat saya ke Brasil menghadiri konferensi MK sedunia, selain 93 tersebut sudah ada beberapa negara baru yang ikut konferensi,” terangnya.
Dalam kesempatan tersebut, Mahfud menyampaikan pentingnya peran MK dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Misalnya, peran MK dalam menyelesaikan sengketa kewenangan antar-lembaga negara. TNI Angkatan Laut dalam tugasnya untuk melindungi kedaulatan Negara Kasatuan Republik Indonesia mempunyai kewenangan yang sama dengan lembaga lain, seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Luar Negeri, Kepolisian Republik Indonesia. Dalam keadaan tertentu dalam menjalankan kewenangannya, bisa jadi timbul persoalan sengketa kewenangan. “Jika tidak menemukan titik temu, maka bisa dibawah ke MK,” jelas mantan Menteri Pertahanan itu.
Mahfud juga menyoroti kasus Mantan Presiden Soekarno, Soeharto, dan Abdurrahman Wahid saat mereka mundur dalam kursi kepresidenan melalui proses politik, bukan proses hukum. Peristiwa tersebut bisa dimaklumi karena saat itu negara tidak memiliki MK atau lembaga khusus yang berwenang untuk mengadili persoalan ketatanegaraan. Sehingga ketika Presiden mempunyai masalah tidak dibawah ke pengadilan, tetapi dibawa ke Parlemen.
Sejak MK berdiri tahun 2003 di Indonesia, kita sebagai negara hukum sudah memilih cara yang beradap, tidak melalui jalur politik dalam menjatuhkan hukuman terhadap Presiden. Oleh karena itu, dalam menjatuhkan Presiden tidak cukup hanya melalui jalur demokrasi, tetapi juga harus dikawal melalui jalur hukum. “Di sinilah MK hadir,” ucap Mahfud.
Dalam akhir penyampaiannya, Mahfud manambahkan, konstitusi adalah satu tempat untuk mengembalikan persoalan untuk diselesaikan. Oleh sebab itu, fungsi konstitusi sebagai the living constitution (konstitusi yang hidup) harus ada. Oleh karenanya kita sebagai aparat negara mempunyai tugas untuk menjaga tegaknya konstitusi sebagai kesepakatan bersama malalui penegakan kedaulatan. (Shohibul Umum/mh)