Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah Kabupaten Majene, Rabu (8/6) di Gedung MK. Kali ini sidang dilakukan melalui Video Conference (Vicon) dari Universitas Hasanuddin, Makasar, untuk mendengarkan keterangan para saksi yang diajukan Pihak Terkait (H. Kalma Katta - Fahmi Masiera, pasangan calon nomor 3) dan saksi yang diajukan Pemohon. Sidang ini dipimpin Wakil Ketua MK Achmad Sodiki, didampingi Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi dan Hakim Konstitusi Harjono, masing-masing sebagai anggota.
Dalam kesempatan tersebut, Taswin, saksi dari Pihak Terkait, menolak jika dirinya dikatakan terlibat dalam kampanye untuk memenangkan pasangan nomor urut 3. “Saya hanya lewat, dan tidak ikut kampaye, apalagi memakai atribut,” terangnya.
Sanggahan juga disampaikan oleh Alimuddin. Saksi yang juga dihadirkan oleh Pihak Terkait ini menyampaikan kalau dirinya tidak pernah mengarahkan pegawai negeri sipil (PNS) atau petugas patroli untuk mencoblos nomor 3. Tuduhan yang dialamatkan ke dirinya terkait mengumpulkan PNS adalah salah alamat. “Pada waktu saya mengumpulkan PNS ketika itu, murni untuk mengevaluasi kinerja mereka, bukan kampanye,” tuturnya.
Saksi lainnya, Zainuddin, juga membantah kalau dirinya melakukan pembagian voucher untuk ditukar dengan uang agar memilih pasangan nomor urut 3. Menurutnya itu adalah tuduhan bohong. “Itu bukan uang kampanye, tapi uang transport karena mereka sudah datang,” terang Tim Sukses Pasangan Nomor Urut 3 ini.
Bagi-Bagi Uang
Setelah mendengarkan saksi-saksi dari Pihak Terkait, dalam kesempatan tersebut juga didengarkan saksi tambahan yang dihadirkan oleh Pemohon. Ada 27 saksi yang didaftarkan, tapi hanya 25 yang hadir, lainnya berhalangan.
Wahyu, menjadi saksi pertama dari Pemohon yang diberikan kesempatan untuk menyampaikan kesaksiannya, mengatakan bahwa dirinya dipecat akibat ikut kampanye pasangan nomor urut 4, Achmad Syukri dan Sahariah. “Saya dipecat oleh Kepalah Seksi di Kantor Dinas Perhubungan dari tenaga sukarela (honorer) karenakan saya ikut kampanye nomor urut 4,” terangnya.
Nur Israrnita, mengaku telah ikut menghadiri pertemuan di rumah jabatan bupati. Menurutnya, di sana terlihat pasangan nomor urut 3 Kalma Katta-Fahmi Massiara. Dalam acara tesebut salah satu pembicara mengatakan, “kita harus merapatkan barisan ke-3, agar bisa melanjutkan ke periode berikutnya,” terang Saksi dari Pemohon ini.
Saksi lainnya, Mardianah. Saksi ini mengaku pada 23 Maret 2011 dirinya diberi uang Rp30.000 oleh M. Tasrih, anggota Partai Golkar, untuk mencoblos nomor urut 3. Sedangkan Burhan mengaku menerima uang lebih besar dari yang diterima oleh Mardianah. Menurut Burhan, dirinya memperoleh uang dari Jalil, anggota team sukses dari Partai Hanura yang mendukung nomor urut 3. “Dia telah memberi saya 250.000 untuk mencoblos Nomor Urut 3,” katanya.
Kasus serupa juga dialami oleh Darwis. Ia mengaku menerima uang Rp30.000 dari Hamzah, pegawai Camat Malunda, untuk mendukung Kalma Katta-Fahmi Massiara. Darwis masih ingat dengan jelas kapan kejadian tersebut yaitu pada 11 Mei 2011, menjelang pencoblosan. Pengakuan serupa juga disampaikan oleh Ahmadia. Menurutnya ia memperoleh uang dari Syarif untuk mendukung pasangan nomor urut 3. “Uang itu sebanyak Rp100.000,” tutur Ahmadia kepada Majelis Hakim. Pengakuan serupa juga disampaikan oleh saksi-saksi lainnya, diantaranya Hasmi, Musliadi, Sabri, Radi, dan Jumadil.
Pemohon perkara No. 57/PHPU.D-IX/2011 ini adalah Arifin Nurdin - Muhammad Rizal Muchtar (pasangan nomor urut 1), sedangkan Pemohon No. 58/PHPU.D-IX/2011 adalah M. Rizal Siradjuddin - M. Rusbi Hamid (Pasangan nomor urut 2) dan Achmad Syukri dan Syahariah (Pasangan nomor urut 4). Kedua perkara ini mempersoalkan hasil Pemilukada Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Majene Tahun 2011. (Shohibul Umam/mh)