Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk menolak seluruh permohonan Pemohon dalam perkara perselisihan hasil pemilihan umum kepala daerah Kabupaten Sarolangun 2011. Mahkamah berpendapat, pokok permohonan Pemohon tidak terbukti secara signifikan memengaruhi hasil Pemilukada. Selain itu, Mahkamah juga menegaskan tidak menemukan adanya pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif sebagaimana didalilkan Pemohon. Demikian dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi dalam putusan bernomor 53/PHPU.D-IX/2011, pada sidang pembacaan putusan, Senin (6/6) di ruang sidang Pleno MK.
Pemohon dalam perkara ini adalah pasangan calon kepala daerah nomor urut 3, As’ad Isma-Maryadi Syarif. Sebagai Pihak Terkait, pasangan calon nomor urut 1, Cek Endra-Pahrul Rozi. Sedangkan selaku Termohon, ialah Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Sarolangun.
Sebelumnya, Pemohon mendalilkan empat pokok permohonan, yakni: netralitas penyelenggara pemerintahan/PNS (Pegawai Negeri Sipil), praktik politik uang (money politic), pelanggaran penyelenggaraan pemberian suara, dan penambahan jumlah pemilih illegal. Namun, dalam sidang pembuktian, Termohon dan Pihak Terkait telah membantahnya. Saksi-saksi yang dihadirkan para pihak pun, dalam persidangan, saling membantah.
Namun akhirnya, dalam putusannya, Mahkamah menyatakan bahwa seluruh dalil Pemohon tidak terbukti. “Permohonan Pemohon tidak terbukti menurut hukum,” ucap Ketua Mahkamah Konstitusi Moh. Mahfud MD.
Terkait dalil adanya keterlibatan PNS dalam memenangkan Pihak Terkait, Mahkamah berkesimpulan, dalil Pemohon patut dikesampingkan. Meskipun, Mahkamah membenarkan terdapat kegiatan Bimtek (Bimbingan Teknis) yang dilaksanakan di Batu, Jawa Timur, pada 29 September 2010 dan terjadi pengarahan, setidaknya terhadap sebagian kepala desa yang hadir agar memberikan dukungan kepada Cek Endra.
“Pengarahan kepada kepala desa, baik oleh Camat maupun Bupati, agar mendukung pasangan calon tertentu, adalah hal yang tidak dapat dibenarkan dan cenderung mengarah kepada pelanggaran Pemilukada secara sistematis. Namun, dengan mempertimbangkan asas kemanfaatan serta signifikansi keterpengaruhan perolehan suara karena pelanggaran dimaksud, apalagi dalam persidangan Mahkamah tidak menemukan bukti bahwa para kepala desa benar-benar memberikan dukungan kepada Cek Endra dan melakukan penggalangan massa pemilih untuk mendukung calon Bupati Cek Endra,” tegas Mahkamah. Begitupula terhadap dalil keterlibatan PNS lainnya, Mahkamah menegaskan, juga tidak terbukti.
Sedangkan terhadap dalil money politic oleh Pihak Terkait, Menurut Mahkamah, berdasarkan bukti dan fakta yang terungkap di persidangan, Pemohon tidak menguraikan dan membuktikan lebih lanjut dalilnya. Apalagi, Mahkamah melanjutkan, pihak Panwaslukada (Panitia Pengawas Pemilukada) menyatakan laporan Pemohon tidak jelas sehingga tidak dapat ditindaklanjuti. “Berdasarkan pertimbangan tersebut, menurut Mahkamah, dalil Pemohon dinyatakan tidak terbukti,” ujar salah satu Hakim Konstitusi.
Selanjutnya, berkaitan dengan adanya 8 (delapan) anak di bawah umur yang ikut mencoblos di TPS 2 Desa Mersip, Mahkamah menilai, tidak signifikan memengaruhi hasil perolehan suara pasangan calon kepala daerah. “Dari gelar perkara yang dilakukan Gakkumdu, pencoblosan oleh delapan anak tersebut karena nama mereka memang masuk dalam DPT dan tertulis sudah memenuhi usia untuk ikut pemungutan suara. Mengenai Samsul Hafiz dan Rusminah yang memaksa mencoblos di TPS 2 padahal tidak terdaftar di DPT TPS 2, gelar perkara Gakkumdu menyatakan tindakan keduanya hanya terkait masalah administrasi, apalagi saat itu keduanya diizinkan oleh petugas TPS 2,” tulis Mahkamah dalam pertimbangannya. (Dodi/mh)