Jakarta, MKOnline - Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah Kabupaten Majene kembali digelar oleh Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (6/6). Kali ini sidang mengagendakan untuk mendengarkan Jawaban Termohon dan Pihak Terkait serta Mendengar Keterangan Saksi-Saksi. Sidang dipimpin oleh Ahmad Sodiki, didampingi oleh Harjono dan Anwar Usman, masing-masing sebagai anggota.
Dalam jawabannya terhadap Pemohon dalam Perkara 57, Termohon yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kab. Majene menyangkal dalil yang disampaikan oleh Pemohon. Menurutnya, apa yang dimohonkan oleh Pemohon tidak terkait dengan penghitungan suara. Permohonan tersebut juga dinilai melampui kompetensi absolut MK. Selain itu, perbedaan suara antara Pemohon dengan Termohon terpaut jauh, yakni sebesar 11.921 suara. “Dan, Pemohon tidak mampu menunjukkan pelanggaran yang terjadi,” katanya.
Termohon juga membantah penggunaan media jejaring sosial, seperti facebook, yang dilakukan olehnya. “Itu tidak benar Pak Hakim. Juga tidak benar jika ada anggota KPPS yang melakukan kecurangan dengan mencoblos surat suara,”kata kuasa hukum Termohon.
Selain membantah Pemohon Perkara 57, Termohon juga membantah dalil Pemohon Perkara 58. Menurutnya, permohononan Pemohon tidak jelas dan kabur. Ia juga membantah adanya pencoblosan yang dilakukan oleh anak di bawah umur dalam pemilihan kepala daerah. Oleh karenanya, Termohon meminta agar Mahkamah Konstitusi menolak seluruh permohonan Pemohon 57 dan Pemohon 58 dan menerima Keputusan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah Kabupaten Majene.
Hal senada disampaikan oleh Pihak Terkait, yakni Pasangan Nomor Urut 3 Kalma Katta-Fahmi Massiara. Melalui kuasa hukumnya, Pihak Terkait membantah dalil kedua Pemohon. Menurutnya, permohonan pemohon tidak jelas dan kabur, serta dibuat dengan tidak cermat. Dalil pemohon yang menyatakan telah terjadi pelanggaran Pemilu yang terstruktur, masif dan sistematis, tidak disertai dengan dengan bukti yang cukup. Selain itu, pihak terkait juga membantah adanya keterlibatan PNS dalam proses pemilihan kepala daerah.
Bantahan Termohon dan Pihak Terkait tersebut dijawab oleh Pemohon dengan menghadirkan 28 saksi. Namun karena keterbatasan waktu, hanya 16 saksi yang berkesempatan untuk menyampaikan kesaksiannnya. Selebihnya direncanakan akan didengarkan kesaksiannya pada sidang berikutnya.
Syahir, saksi yang dihadirkan oleh Pemohon 57, mengatakan bahwa ia melihat penyerahan bantuan semasa kampanye menggunakan mobil dinas. Sementara itu, saksi Arief Rianto, yaitu pegawai honorer, saksi yang dihadirkan oleh Pemohon 58, mengatakan dirinya akan dipecat karena tidak mau mendukung pasangan nomor urut 3. Sedangkan Ronald, yang masih duduk di bangku sekolah dasar, mengaku ia bersama teman-temannya ikut mencoblos karena diberi uang Rp50 ribu. “Ada 13 orang teman saya, yang mencoblos surat suara,” terang Ronald.
Kesaksian lain disampaikan oleh Muhammad Alif. Menuruya, ia dimutasi sepihak karena tidak mendukung pihak incumbent, dalam hal ini pasangan nomor urut 3, dari SDN no. 36 Baruga ke Penilik Pendidikan Luar Sekolah. “Akibatnya, saya tidak dapat gaji sertifikasi lagi,”ujarnya.
Secara umum, semua saksi yang dihadirkan oleh Pemohon dalam persidangan tersebut memperkuat seluruh dalil Pemohon yang sudah dibacakan dalam persidangan sebelumnya. (Shohibul Umam/mh)