Jakarta, MKOnline - Makin maraknya korupsi yang terjadi di negeri ini, disebabkan tidak beraninya orang yang mengetahui korupsi melaporkan kepada aparat penegak hukum. Penyebab ketidakberanian tersebut dikarenakan yang bersangkutan juga melakukan hal yang sama. Walhasil, mereka saling menutupinya. Demikian disampaikan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi, Moh. Mahfud MD, dalam sebuah diskusi terbatas bersama Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin, Mantan Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo, dan beberapa tokoh lainnya, di Gedung PP Muhammadiyah, Jakarta, Kamis (2/6).
Menurut Mahfud, penyelewengan APBN yang terjadi sekarang semakin massif karena dilakukan melalui kolusi politik. Yang terjadi sekarang adalah penggrogotan dari dalam. Hampir berbagai butir anggaran negara di sandera, sehingga menyebabkan terjadinya saling sandera. Kalau dilihat dari hukum, masalah sudah jelas. Tetapi setiap ada masalah selalu diblokir oleh permainan politik. “Kita lihat saja masalah-masalah besar, kasus hukumnya mana yang terselesaikan, semua diblokir,” ujarnya.
Melihat fenomena seperti itu, Mahfud berpendapat bahwa saat ini negara dalam keadaan bahaya. Oleh karenanya perlu ada gerakan moral yang massif yang dilakukan oleh berbagai komponen masyarakat, termasuk PP Muhammadiyah. “Jika hal tersebut tidak dilakukan, kita tinggal menunggu kehancurannya saja,” katanya.
Mahfud juga menambahkan, agar dilakukan pemutihan dalam birokrasi Indonesia. Menurutnya, masalah pemutihan yaitu memotong generasi kepemimpinan pernah dilakukan di negara Amerika Latin. Misalnya, pemotongan dimulai dari para pejabat eselon 1 atau eselon 2. “Saya kira ini penting karena merekalah yang menentukan kebijakan. Kita potong saja dan dipensiunkan sejak dini.” ujar dia.
Untuk memuluskan rencana tersebut, menurut Mahfud, perangkat yang harus disiapkan adalah harus dibuat UU Pemutihan. Hal tersebut dinilai sangat akademis. Setelah UU tersebut ada, hal lain yang harus disiapkan adalah kerja sama untuk mewujudkan cita-cita tersebut. “Untuk mengawal pembuatan UU itu, maka harus diimbangi dengan penerapan norma. Demokrasi harus dikawal dengan nomokrasi. Di sinilah MK hadir,” tuturnya.
Usulan Mahfud akan pentingnya penegakan hukum disambut baik oleh Din Syamsuddin. dalam kesempatan tersebut, Din berjanji bahwa Muhammadiyah tidak akan menutupi kalau ada kader yang tersangkut masalah hukum. Din melihat, negara ini bak rumah kertas. Dari luar terlihat kokoh, tetapi dari dalam sangat kropos. “Ibarat ikan yang membusuk dari kepala, yang paling bertanggung jawab adalah pemangku amanah. Bagi saya, ini sangat berbahaya apabila pemerintah mangkir dari amanah,”terangnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Bambang Sudibyo. Menurutnya, kunci meyelamatkan bangsa ini untuk mengatasi korupsi adalah dengan melakukan penegakan hukum, kepastian hukum, dan lebih penting dari itu adalah pertaubatan nasional. “Sebagai contoh Nabi Yunus saat memimpin kota yang terkorup, tetapi dengan leadership yang baik, ia berhasil mengajak pertaubatan nasional,” ujar Mantan Menteri Pendidikan Nasional tersebut. (Shohibul Umam/mh)