Masa Jabatan Pimpinan KPK Tidak Berlaku Kolektif
Selasa, 31 Mei 2011
| 14:29 WIB
Ahli dari Pemohon, Todung Mulya Lubis saat memaparkan keahliannya pada sidang perkara nomor 5/PUU-IX/2011 tentang pengujian Undang-Undang No. 30/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK), Selasa (31/5) di Ruang Sidang Pleno Gedung MK.
Jakarta, MKOnline - Masa jabatan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi tidaklah berlaku kolektif. Jika dilakukan penafsiran secara sistematis terhadap Undang-Undang No. 30/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) maka Pimpinan KPK tidak harus dipilih dan berhenti secara bersama-sama. Demikian dinyatakan oleh Todung Mulya Lubis dalam sidang perkara No. 5/PUU-IX/2011, Selasa (31/5) di ruang sidang Pleno MK. “Jadi tidak satu paket,” tutur Todung yang saat itu bertindak sebagai Ahli dari Pemohon.
“Pimpinan KPK yang baru dipilih, yang tidak bersama-sama dalam satu paket, itu akan tetap menjabat selama empat tahun sebagai pimpinan KPK,” jelas Todung. Menurutnya, meskipun salah satu dari pimpinan KPK dipilih di tengah masa jabatan pimpinan lainnya, maka dia akan tetap menjabat selama empat tahun. Karena, dalam masa jabatan pimpinan KPK tidak mengenal pergantian antar waktu sebagimana di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Selain itu, kata Todung, pergantian pimpinan KPK dengan model seperti itu juga telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan konstitusi. Setidaknya, dijamin oleh Pasal 28D Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945. Bahkan, beberapa negara dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) tertentu juga menggunakan sistem pergantian pimpinan yang sama.
Todung menekankan, pergantian pimpinan dengan model seperti itu telah sesuai dengan asas kemanfaatan. Manfaatnya, setidaknya adalah dari segi kontinuitas dan efektifitas. Menjaga kontinuitas, karena sistem itu menjaga kesinambungan gagasan antar periode kepemimpinan. Sedangkan efektifitas, akan menghemat waktu dan biaya. Sebab, proses seleksi ketua KPK yang kemarin saja memakan waktu lama dan menghabiskan anggaran negara yang tak sedikit. Model ini juga, kata Todung, menjaga independensi KPK itu sendiri. “Untuk memperkuat KPK,” katanya.
Perkara ini dimohonkan oleh para aktivis anti korupsi. Mereka diantaranya Feri Amsari, Teten Masduki, Zainal Arifin Mochtar, dan Indonesia Corruption Watch (ICW). Uji terhadap Pasal 33 dan Pasal 34 UU KPK ini muncul karena ketidakjelasan masa jabatan pimpinan KPK. Atau, dengan kata lain, ada perbedaan pendapat dalam memaknai frasa “calon anggota pengganti,”. Pendapat pertama mengatakan, masa jabatan pengganti pimpinan KPK adalah melanjutkan masa jabatan pimpinan yang digantikan atau secara kolektif. Sedangkan pendapat kedua, berpandangan bahwa masa jabatan pimpinan KPK adalah empat tahun terhitung sejak dilantik, atau tidak kolektif. (Dodi/mh)