Jakarta, MKOnline - Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva menerima kunjungan sekitar 200 mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Tulang Bawang (UTB) Lampung, Senin (23/5) pagi di ruang press conference Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam kesempatan itu, Hamdan menjelaskan tema seputar “Hukum Acara Pemakzulan Presiden di Mahkamah Konstitusi”.
Mengawali pertemuan itu, Hamdan mengungkapkan landasan juridis mengenai pemakzulan Presiden di Indonesia. Pasal 24C Ayat (2) UUD 1945 menyebutkan, “Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar”.
Pengajuan permintaan DPR kepada MK untuk memakzulkan Presiden, hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR.
“MK wajib memeriksa, mengadili dan memutus dengan seadil-adilnya terhadap pendapat DPR tersebut, paling lama 90 hari setelah permintaan DPR itu diterima oleh MK,” ujar Hamdan kepada para mahasiswa.
Hamdan juga menerangkan dua alasan pemakzulan Presiden. Pertama adalah alasan pelanggaran hukum, sesuai Pasal 7A UUD 1945 dan Pasal 10 Ayat (2) UU MK, yakni berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi dan penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela.
“Kedua adalah alasan Presiden tidak memenuhi syarat. Sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 UUD 1945, ‘Tidak memenuhi syarat lagi sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden’,” demikian ucap Hamdan.
Lebih lanjut Hamdan juga menjelaskan proses beracara perkara pemakzulan Presiden. Tata cara pengajuan permohonan adalah sebagai berikut, bahwa Pemohon adalah DPR yang diwakili oleh Pimpinan DPR yang dapat menunjuk kuasa hukumnya.
“Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia, dibuat dalam 12 rangkap, ditandatangani pimpinan DPR atau kuasa hukumnya, serta memuat dengan jelas dugaan pelanggaran hukum oleh Presiden dan/atau Wakil Presidenm maupun dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat,” kata Hamdan.
Di samping itu, lanjut Hamdan, dalam hal dugaan pelanggaran hukum, permohonan harus memuat secara rinci mengenai jenis, waktu dan tempat pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden. Sedangkan dalam hal dugaan tidak lagi dipenuhinya syarat menjadi Presiden dan/atau Wakil Presiden, permohonan harus memuat uraian yang jelas mengenai syarat apa yang tidak dipenuhi. (Nano Tresna A./mh)