Jakarta, MKOnline - Para saksi dari Termohon, Komisi Pemilihan Umum Kab. Buru Selatan, dan Pihak Terkait, pasangan calon kepala daerah nomor urut 6, Tagob Solissa dan Ayub Saleki, menyatakan kesaksian para saksi Pemohon adalah bohong. “Pelaksanaan pencoblosan dari awal hingga akhir berjalan sesuai asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil,” tegas Gawi Mahtelu, saksi Termohon, dalam sidang perkara No. 51/PHPU.D-IX/2011, Jum’at (13/5) pagi di ruang sidang MK.
Menurut Gawi, selama pelaksanaan pencoblosan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 2, Desa Kampung Baru, tidak ada protes maupun keributan yang terjadi. “Tidak ada keberatan (dari para saksi),” ujarnya. Buktinya, berita acara ditandatangani oleh saksi Pemohon di TPS tersebut. Gawi juga menyangkal adanya pengusiran terhadap saksi Pemohon.
Selain itu, ia juga membantah dalil bahwa di dalam bilik suara terdapat orang lain selain pemilih. Menurutnya, yang ada di bilik hanyalah pemilih yang dipanggil saja. Sedangkan tudingan terkait proses penghitungan suara yang tidak sesuai prosedur, juga ditolak olehnya. “Pada saat penghitungan suara, surat suara itu diangkat dan dapat disaksikan oleh masyarakat,” katanya. Ia menegaskan, tidak ada satu orang pun yang duduk di atas meja dengan maksud menghalang-halangi pandangan saksi ataupun masyarakat untuk melihat hasil coblosan sebagaimana dalil Pemohon.
Kesaksian tersebut malah dibenarkan juga oleh salah satu saksi mandat pasangan calon nomor urut 1, Anthonius Lesnussa dan Hadji Ali (Pemohon) sendiri, yakni Mursalim Boy. Dalam kesaksiannya, Mursalim mengatakan bahwa pernyataan saksi Pemohon adalah tidak benar. “(Kesaksian) itu bohong pak,” katanya kepada Majelis Hakim Konstitusi. Dalam persidangan, Mursalim dihadirkan oleh Pihak Terkait. Untuk diketahui, saksi mandat adalah saksi resmi dari tiap-tiap pasangan calon yang bertugas untuk menyaksikan berlangsungnya proses pemungutan suara di tiap TPS. Biasanya, saksi mandat berjumlah 2 orang per TPS.
Sementara itu, untuk menjawab dalil tidak diberikannya hak suara kepada 108 orang di TPS 1 Desa Lena, Termohon telah menghadirkan Ketua Kelompok Penyelenggara pemungutan Suara TPS 1, Bapang Letimuni. Letimuni menjelaskan, sekelompok orang tersebut tidak diperbolehkan untuk mencoblos dikarenakan tidak ada di Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan tidak memiliki undangan untuk memilih.
Meskipun begitu, ia membenarkan bahwa 108 orang tersebut dapat memberikan suara pada pemilihan presiden/wakil presiden yang lalu atau bahkan Pemilukada putaran pertama. Namun, ia beralasan, pada saat itu ada kebijakan dari pihaknya sehingga mereka dapat memberikan suara. Namun kini, dirinya dilarang untuk mengambil kebijakan yang sama. “Tidak boleh ada kebijakan,” ujarnya menirukan. Ia pun mengakui bahwa sekelompok orang tersebut memang warga setempat. “(Mereka) punya KTP (Kartu Tanda Penduduk) Lena,” jelasnya.
Sedangkan saksi Terkait lainnya, membantah dalil tentang adanya money politic. Salah satu saksi, Yakobis Seleki, mengatakan bahwa dirinya memang benar ada memberikan uang, namun pemberian tersebut dalam rangka membantu saja dan menggunakan uang pribadinya. Menurutnya, dia memberi karena ada hubungan keluarga dengan orang tersebut. Ia menyatakan, dirinya tidak pernah terlibat sebagai tim sukses pasangan manapun karena dirinya adalah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Panwas Diintimidasi
Untuk memperkuat bantahannya, Termohon pun menghadirkan Ibrahim Yamlea, salah satu Anggota Panitia Pengawas Pemilukada. Pada intinya, Ibrahim menjelaskan bahwa pihaknya tidak ada menerima satu laporan pun terkait kecurangan ataupun pelanggaran di Kecamatan Leksula. Sedangkan di Desa Kampung Baru, pihaknya ada menerima laporan dari tim pasangan nomor urut 1 (Pemohon). Pelanggaran yang dilaporkan berupa intimidasi terhadap saksi dan adanya pemilih yang memilih lebih dari satu kali. “Salah satu anggota KPPS terhadap saksi,” ungkapnya.
Namun, Ibrahim melanjutkan, setelah Panwas melakukan investigasi lapangan, dengan menanyakan langsung kepada KPPS dan Panwas Lapangan, rupanya laporan tersebut tidak terbukti. “Pelaksanaannya tertib dan lancar. Itu hanya cerita doank pak” katanya, menjelaskan terkait persoalan adanya orang selain pemilih di bilik suara kepada Majelis Hakim.
Malah sebaliknya, menurutnya, pendukung Pemohonlah yang mengintimidasi Panwas. Intimidasi ditujukan pada dirinya dan Ketua Panwas Kecamatan Kampung Baru. Intimidasi dilakukan dengan cara memaksa mereka untuk menandatangani surat yang menyatakan bahwa benar terjadi adanya pelanggaran sebagaimana dilaporkan. “Dilakukan oleh kurang lebih lima orang anggota DPRD Buru Selatan,” ucapnya. Intimidasi, menurutnya, juga melibatkan preman. Namun ia menegaskan, pada saat itu ia menolak untuk menandatangani surat tersebut. (Dodi/mh)