Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar Lomba Debat Konstitusi bagi mahasiswa se-Indonesia. Kali ini, MK menggandeng Fakultas Hukum Universitas Indonesia untuk menyelenggarakan Kegiatan Lomba Debat Konstitusi Regional II. Pembukaan kegiatan dilaksanakan pada Selasa (10/5) di Kampus Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Depok.
Acara dibuka oleh Sekretaris Universitas Indonesia, Prof. DR. I Ketut Surajaya yang mewakili Rektor Universitas Indonesia didampingi Sekretaris Jenderal MK Janedjri M Gaffar dan Dekan Fakultas Hukum Prof. Safri Nugraha, S.H., LL.M., Ph.D. Rencanannya, kegiatan lomba akan dilaksanakan dari tanggal 10 s.d 12 Mei 2011.
Prof. DR. I Ketut Surajaya menyambut gembira atas diadakannya Lomba Debat Konstitusi tingkat nasional ini, karena selain mendorong peningkatan konstitusi di kalangan mahasiswa lomba ini juga mendukung MK dalam mensosialisasikan kewenangannya terhadap mahasiswa selain itu juga bisa melatih dan menguji kemampuan akademis mahasiswa dalam memahami persoalan kemasyarakatan dan membentuk kematangan emosional dalam berdebat.
Senada dengan dengan Sekretaris Rektor UI, Dekan Fakultas Hukum Prof. Safri Nugraha, S.H., LL.M., Ph.D merasa bangga karena Fakulas Hukum UI menjadi tuan rumah yang kedua dalam penyelenggaraan lomba debat ini, karena debat konstitusi merupakan tulang pungggung kegiatan perkuliahan fakultas hukum, dikarenakan hukum tidak mungkin lepas dari norma-norma Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu Prof. Safri Nugraha berpesan kepada para peserta bahwa lomba ini bukan mencari menang atau kalah, tetapi mencari kajian komprehensif terhadap penegakkan konstitusi negara kita.
Dalam sambutan Sekretaris Jenderal MK Janedjri M Gaffar menuturkan bahwa kegiatan Lomba Debat Konstitusi Regional II yang diikuti dari 14 perguruan tinggi tersebut merupakan lomba debat tingkat regional kedua dari 6 (enam) regional yang direncanakan, regional IV telah diselenggarakan di Universitas Diponegoro, Semarang dengan juara pertama Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta dan juara kedua Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga. Lomba Debat Konstitusi tahun ini telah diupayakan lebih luas cakupannya dibanding tahun yang lalu. “Seiring dengan meningkatnya minat perguruan tinggi untuk berpartisipasi,” katanya. Tahun lalu, kegiatan debat hanya meliputi 5 (lima) regional.
Kegiatan ini pun dilatarbelakangi oleh pemikiran pentingnya menumbuhkan kesadaran berkonstitusi bagi setiap warga negara. “Agar kita dapat melaksanakan dan menjalankan UUD 1945, tentu UUD 1945 harus dipahami tidak hanya oleh penyelenggara negara, tetapi juga oleh segenap warga Negara,” ujar Janedjri.
Oleh karena itu, menurut Janedjri, peningkatan pemahaman terhadap UUD 1945 semakin diperlukan di era reformasi. Karena, UUD 1945 telah mengalami perubahan sangat mendasar dan seiring dengan gelombang demokratisasi, bangsa ini telah mengalami dinamika dan perkembangan pesat baik di bidang hukum, politik, ekonomi, maupun sosial budaya. “Semua perkembangan tersebut harus kita sikapi dan kita arahkan sesuai dengan koridor UUD 1945 sebagai hukum tertinggi,” ungkapnya.
Dalam konteks meningkatkan pemahaman itulah kegiatan debat ini diselenggarakan. Pemahaman yang diperlukan untuk melaksanakan UUD 1945 bukan sekadar menghafal bunyi pasal-pasal tetapi lebih dari itu, yaitu kemampuan memahami makna ketentuan konstitusional, atau bahkan kemampuan menafsirkan, mengidentifikasi masalah, serta menganalisis masalah dan menyelesaikannya dengan menggunakan argumentasi sesuai dengan konstitusi. “Hanya dengan demikian UUD 1945 mampu menjadi konstitusi yang hidup (living contitution) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” tegas Janedjri.
Ikhtiar untuk mewujudkan hal itupun dilakukan MK dengan menyelenggarakan kegiatan Debat Konstitusi ini tiap tahunnya. Melalui lomba debat ini diharapkan mahasiswa tidak hanya memahami substansi UUD 1945, tetapi juga mampu menggunakannya sebagai kerangka analisis dan dasar argumentasi dalam menyikapi persoalan bangsa dan negara. “Oleh karena itu, dalam lomba Debat Konstitusi ini yang dinilai bukan soal salah dan benar, tetapi lebih pada kekuatan argumentasi konstitusional yang dibangun untuk menganalisis isu-isu aktual yang menjadi tema perdebatan,” papar Janedjri. (yoga adiputra)