Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan menolak permohonan Pemohon dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah Kabupaten Siak, Selasa (10/5) di ruang sidang Pleno MK. Mahkamah menilai, dalil para Pemohon yang menyatakan telah terjadi pelanggaran secara sistematis, terstruktur, dan masif tidak terbukti secara hukum. Permohonan ini diajukan oleh dua pasangan calon kepala daerah, yakni pasangan calon nomor urut 4, OK. Fauzi Jamil dan Tengku Muhazza (Perkara No. 43/PHPU.D-IX/2011) serta pasangan calon nomor urut 2, Said Muhammad dan Rusdaryanto (Perkara No. 44/PHPU.D-IX/2011).
“Pelanggaran-pelanggaran yang terjadi hanya berupa pelanggaran yang tidak signifikan untuk membatalkan hasil Pemilukada Kabupaten Siak. Pelanggaran yang bersifat pidana tetap dapat ditindaklanjuti berdasarkan ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu, permohonan Pemohon agar dilakukan Pemilukada ulang di seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten Siak tidak beralasan hukum,” ungkap salah satu Hakim Konstitusi.
Terhadap dalil keterlibatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam mendukung pasangan pemenang, yakni Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Syamsuar dan Alfedri (Pihak Terkait dalam perkara ini), menurut Mahkamah tidak beralasan hukum. “Panwaslu Kabupaten Siak dalam keterangan tertulis menyatakan, tidak pernah ada laporan dan temuan mengenai keterlibatan pegawai negeri sipil dalam sosialisasi Pihak Terkait,” lanjut Mahkamah.
Sementara itu, terkait tudingan adanya pemberhentian tiga orang Ketua Rukun Tetangga (RT), Mahkamah berpendapat, bantahan Pihak Terkait beralasan hukum. Selain itu, bukti-bukti yang diajukan Pemohon tidak dapat meyakinkan Mahkamah bahwa telah terjadi pelanggaran Pemilukada yang terstruktur, sistematis, dan massif. Sebelumnya, Pemohon mendalilkan bahwa pemberhentian para ketua RT tersebut dikarenakan menolak untuk mendukung Pihak Terkait dalam Pemilukada di Kab. Siak.
Dalam bantahannya, Pihak Terkait menyatakan bahwa pemberhentian tersebut dilakukan dengan alasan yang kuat dan telah melibatkan masyarakat desa. Jadi, bukan keputusan sepihak dan subjektif sebagaimana dituduhkan. Alasan pemberhentian tersebut diantaranya: mengadakan rapat gotong-royong fiktif sambil meminta sumbangan kepada para donatur dengan mengatasnamakan kepala dusun, banyaknya pengaduan warga serta habis masa jabatannya sebagai ketua RT. Bahkan, ada yang didasari alasan karena tidak melakukan tugas dan tanggung jawabnya selaku pengurus RT.
Sedangkan terhadap dalil-dalil Pemohon lainnya, Mahkamah berpendapat, juga tidak terbukti dan tidak beralasan hukum. Menurut Mahkamah, Pemohon tidak dapat menunjukkan signifikansi antara tuduhan dengan hasil perolehan suara pasangan calon.
“Terhadap bukti-bukti dan keterangan saksi lainnya yang menjelaskan kemungkinan terjadinya pelanggaran yang bersifat administratif dan pidana, Mahkamah menilai, hanyalah merupakan dugaan-dugaan pelanggaran yang sifatnya sporadis semata dan tidak menunjukkan terjadinya pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif, sehingga harus dikesampingkan,” tegas Mahkamah. (Dodi/mh)