Hak Konstitusional Dirugikan, Pimpinan DPRD Kab. Kupang Uji Materi UU MD3
Kamis, 05 Mei 2011
| 15:28 WIB
Majelis Hakim Konstitusi sedang mendengarkan keterangan dari Pemerintah dalam sidang lanjutan pengujian terhadap Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), Kamis (5/5), di Ruang Sidang Pleno MK.
Jakarta, MKOnline - Sidang lanjutan pengujian terhadap Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) kembali digelar Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (5/5), di Ruang Sidang Pleno MK. Wakil Ketua DPRD Kab. Kupang Anthon Melkianus Natun tercatat sebagai Pemohon perkara Nomor 21/PHPU.D-IX/2011 tersebut.
Dalam sidang mendengarkan keterangan Pemerintah, DPR, serta Ahli/Saksi Pemohon, Pemerintah yang diwakili oleh Qomaruddin mengungkapkan permohonan Pemohon tidak bertentangan dengan UUD 1945. Menurut Qomaruddin, kerugian Pemohon bukan diakibatkan dengan berlakunya Pasal 354 ayat (2) UU No.27/2009, melainkan UU No. 52/2008 tentang pembentukan Kabupaten Sabu Raijua.
“Pemohon menyampaikan asumsi-asumsi terkait objek permohonan mengenai kedudukan Pemohon yang beralih dari Wakil Ketua DPRD menjadi Anggota DPRD Kab. Kupang sebagai bentuk kerugian konstitusional yang di hadapkan dalam pengujian UU a quo dengan UUD 1945. Padahal jika diteliti lebih lanjut, perubahan status Pemohon bukan akibat dari pemberlakuan objek permohonan a quo melainkan akibat dari berlakunya dengan UU No. 52/2008 tentang pembentukan kabnupaten Sabu Raijua. Permohonan Pemohon menurut Pemerintah, adalah sama sekali tidak bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28D ayat (3) UUD RI Tahun 1945. Objek permohonan a quo merupakan amanat dari Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28D ayat (3) UUD RI Tahun 1945, yaitu terhadap pengakuan jaminan hukum kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama,” jelas Qomaruddin.
Qomaruddin menjelaskan Pasal 354 ayat (2) menyatakan bahwa “Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPRD kabupaten/kota” merupakan pilihan kebijakan dari pembentuk undang-undang untuk memberi ruang artikulasi yang lebih besar kepada pemenang Pemilu. Hal ini, lanjut Qomaruddin, sudah dipertimbangkan dengan matang sebagai pilihan kebijakan yang dituangkan dalam norma hukum dan dianggap Pemerintah sudah adil, tidak diskriminatif dan memberikan pelakuan yang sama.
“Siapapun pemenang pemilu, maka akan secara otomatis akan menduduki unsur pimpinan DPRD. Apabila terjadi pemekaran daerah, akan mempengaruhi konstelasi jumlah kursi DPRD dalam daerah induk. Sejak awal pembentukan UU a quo, Pemerintah sudah memperhitungkan hal ini. Dan sesungguhnya harus dipahami pula oleh Anggota DPRD yang memberikan referensi melalui rapat paripurna sebagai salah satu persyaratan administratif dalam pemekaran wilayah,” urainya.
Majelis Hakim MK yang diketuai Ketua MK Moh. Mahfud MD memutuskan memberikan kesempatan kepada Pemohon untuk mengajukan Ahli maupun Saksi. Dalam pokok permohonannya, Pemohon mendalilkan hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 354 ayat (2) UU No.27/2009. Pasal 354 ayat (2) menyatakan bahwa “Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPRD kabupaten/kota”. Menurut Pemohon, hal tersebut bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28D ayat (3) UUD RI Tahun 1945.
Pemohon yang berkedudukan hukum sebagai perseorangan kewarganegaraan mengungkapkan bahwa Pasal 354 ayat (2) UU No.27 /2009 mengandung multitafsir. Pemohon menilai Pasal 354 ayat (2) memungkinkan pengisian kursi Pimpinan DPRD secara berlaku surut dan membuka peluang penafsiran penetapan pimpinan DPRD dapat diganti dalam satu periode dengan partai politik yang berbeda apabila partai politik yang sementara menempati unsur pimpinan DPRD terjadi pengurangan jumlah kursi karena pengalihan kursi ke daerah pemilihan yang telah menjadi Kabupaten Otonom yang terbentuk sebelum Pemilu Tahun 2009, dan hal penggantian tersebut tidak memenuhi unsur dalam ketentuan Pasal 45 dan Pasal 42 PP 16 Tahun 2010. (Lulu Anjarsari/mh)