Hukum Progresif untuk Mewujudkan Keadilan Substantif
Kamis, 05 Mei 2011
| 15:12 WIB
Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Achmad Sodiki saat menjadi narasumber pada Seminar Nasional bertemakan âImplementasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Menegakkan Konstitusionalitas Indonesiaâ kerjasama MK-UGM Yogyakarta, Selasa (3/5) di Graha Sabha Pratama UGM Yogyakarta.
Jakarta, MKOnline - Setelah mendiskusikan nilai-nilai Pancasila sebagai orientasi pembudayaan kehidupan berkonstiusi dan pengawalannya dalam politik legislasi, kemudian berlangsung Diskusi Panel 2 membahas tema “Hukum Progresif untuk Mewujudkan Keadilan Substantif dalam Bingkai Pancasila” pada (3/5) di Graha Sabha Pramana UGM Yogyakarta. Sebagai narasumber adalah Wakil Ketua MK Prof. Dr. Achmad Sodiki, Guru Besar Ilmu Hukum UGM Prof. Dr. Sudjito, S.H. dan Hakim Agung Dr. Artidjo Alkostar. Sarasehan Nasional kerjasama MK-UGM ini berlangsung sejak 2-3 Mei 2011.
Sodiki yang berkesempatan pertama mengajukan pemikiran dalam makalah yang berjudul “Hukum Progresif untuk Mewujudkan Keadilan Substantif dalam Bingkai Nilai-Nilai Pancasila” pukul 08.00 WIB. Ia menjelaskan secara konseptual hukum progresif dan keadilan substantif serta rangkaiannya dengan nilai-nilai Pancasila. Sejak lama, kata Sodiki, rakyat menghendaki terwujudnya keadilan dan kesejahteraan rakyat dalam semua segi kehidupan seperti termaktup dalam Pembukaan UUD 1945.
Apakah hukum untuk mengikat masyarakat harus adil, kata Sodiki terdapat dua aliran, yaitu aliran hukum alam dan aliran hukum positif (positivisme). Aliran hukum alam menekankan hukum harus mengandung unsure substantif (adil), sementara itu aliran positivisme mencukupkan proses yang sesuai yang ditentukan dan oleh lembaga yang berkompeten, karena soal keadilan sulit diukur.
Sodiki juga mengatakan hukum progresif dengan melihat praktik hukum yang tidak mampu menyuguhkan rasa keadilan dan penegakan hukum sebagai “business as usual”. Hukum dengan demikian hanya hanya dipandang dari segi ‘statik’nya tetapi dilupakan dari segi ‘progres’nya. Padahal ‘progres’ itu juga mencerminkan perubahan yang semakin tinggi pada tuntutan, nilai-nilai, harapan-harapan terhadap hukum,” kata Sodiki.
Oleh karenanya, kata Sodiki dalam materinya, peranan hakim yang saat ini terjadi belum dilaksanakan dengan memunculkan putusan-putusan yang mencerminkan perlindungan atas pluralisme hukum di Indonesia. Ia menyatakan masyarakat Indonesia adalah masyarakat majemuk. Keanekaragaman hukum di Indonesia dengan unikum-unikum hukum perlu diperhatikan dan diberikan tempat dalam sistem hukum Indonesia sesuai nilai-nilai Pancasila.
Dengan konsep hukum progresif, hukum dapat berkembang sebagaimana air dan mengapresiasi nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat yang mencerminkan keadilan substantif mesti diintegrasikan dengan Pancasila. Kata Sodiki,”Sehingga nilai-nilai hukum yang hidup mendapatkan tempatnya dalam bingkai ke’bhinekaan tungga’an.”
Sudjito juga menyampaikan pentingnya pendekatan holistik di bidang hukum, yang kemudian dilanjutkan ilmu hukum berperadigma Pancasila dan bagaimana penegakan hukum secara progresif. Hukum progresif katanya merupakan kolaborasi berbagai teori yang pernah ada. Ia mengatakan dengan panjang lebar teori yang intinya karakteristik hukum progresif secara sederhana adalah hukum yang ingin melakukan pembebasan, baik dalam cara berpikir maupun bertindak. ”Sehingga mampu membiarkan hukum itu mengalir saja untuk menuntaskan tugasnya mengabdi kepada manusia dan kemanusian,” ujarya. Hal penting terkait implementasi memerlukan agenda aksi, mulai mobilisasi hukum, advokasi, mengubah kultur hukum, rekruitmen fungsionaris hukum mengutamakan predisposisi spiritual, dan pengembangan prinsip ”reward and punishment” bagi penegak hukum.
Selanjutnya Artidjo Alkostar banyak menyampaikan soal tugas hakim dan seputar putusan pengadilan. Salah satu hal penting yang disampaikan penulis buku ”Negara Tanpa Hukum, Catatan Pengacara Jalanan” ini bahwa hukum progresif harus diartikan hukum yang bersukma keadilan yang harus diimplementasikan melalui prosedur sah. Hukum progresif katanya harus mendapatkan ruang dalam lembaga ”keyakinan hakim” setelah melalui proses pemeriksaan fakta-fakta dan norma hukum.
Setelah diskusi dan tanya jawab berakhir pukul 10.00 WIB, dilanjutkan istirahat dan sidang komisi pada pukul 10.05 WIB yang dibagi menjadi tiga komisi berdasar tiga tema diskusi panel sebeumnya. Hasil-hasil sidang komisi dan materi narasumber dan segala masukan peserta acara mudah-mudahan bermanfaat bagi membangun Indonesia sesuai nilai-nilai Pancasila. Acara ini berlangsung sampai sore hari diakhiri dengan do’a dan penutupan Sarasehan Nasional 2011 dengan antusiasme peserta dari berbagai daerah. (Miftakhul Huda)