Fakultas Syariah IAIN Walisongo Surakarta Berkunjung ke MK
Selasa, 03 Mei 2011
| 15:25 WIB
Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi menyampaikan kuliah singkat tentang kewenangan MK kepada Mahasiswa Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Surakarta, yang berkunjung ke Mahkamah Konstitusi, Selasa (3/5) siang.
Jakarta, MKOnline - Mahasiswa Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Surakarta, berkunjung ke Mahkamah Konstitusi, Selasa (3/5) siang. Kunjungan ini dilaksanakan dalam rangka Kuliah Kerja Lapangan (KKL) mahasiswa di institut tersebut. Peserta yang terdiri dari 47 mahasiswa didampingi oleh beberapa dosen pendamping ini, diterima oleh Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi di ruang Presscon lt. 4 Gedung MK.
Pada kesempatan itu, Fadlil menyampaikan kuliah singkat tentang MK. Ia mengangkat tema “Mahkamah Konstitusi sebagai Peradilan Ketatanegaraan.” Dalam paparannya, Fadlil mengungkapkan berbagai macam hal terkait MK, diantaranya tentang konsep negara, latar belakang pembentukan MK, serta kewenangan MK.
Menurut Fadlil, sederhanannya, peran MK adalah mengawal hak-hak konstitusional warga negara. Dengan kata lain, MK merupakan The Guardian of The Citizen Rights. Atau, dalam arti yang lebih luas, MK bertugas untuk mengawal konstitusi dan demokratisasi di Indonesia.
Hal itu tentu berbeda dengan kewenangan Mahkamah Agung. Fadlil menuturkan, pada prinsipnya, MK mengadili permasalahan-permasalahan hukum terkait konstitusi, sedangkan MA mengadili persoalan-persoalan terkait pelanggaran hukum (perundang-undangan) dibawah konstitusi.
Kemudian, dalam diskusi itu muncul pertanyaan dari beberapa peserta. Salah satunya dari Nasrudin. Ia mempertanyakan apakah ada lembaga atau institusi yang berwenang menilai putusan MK serta bagaimanakah sikap MK dalam menangani perkara, aktif ataukah pasif.
Fadlil pun menjawab. Menurutnya, tidak ada satu lembaga pun yang berwenang untuk menilai atau mengadili putusan MK. Karena, seperti yang telah ditegaskan oleh konstitusi, MK mengadili pada tingkat pertama dan terakhir. Dan, putusannya bersifat final dan mengikat. “Suatu sistem harus ada selesainya. Ada permulaan, harus adapula akhirnya,” jelas Fadlil. “Puas gak puas harus selesai disini (MK, red),” selorohnya. Sedangkan sikap MK adalah pasif. Sehingga, kata Fadlil, perkara hanya akan diperiksa jika ada yang mengajukan atau memohonkannya. (Dodi/mh)