Jakarta, MKOnline - Saat ini banyak pihak mempertanyakan secara terbuka atas dasar negara mengatasnamakan demokrasi. Mulai terang-terangan menolak ideologi Pancasila, aksi terorisme, sektarianisme, radikalisme, anarkisme, dan persoalan Negara Islam Indonesia (NII) yang terjadi saat ini. Pancasila sebagai ideologi negara sudah kita terima bersama, oleh karena itu nilai-nilai bersama yang telah disepakati dalam Pancasila harus diimplementasikan secara nyata. Negara tidak boleh hanya mendiamkan. Ada hal-hal yang boleh dan tidak boleh menyangkut ideologi negara.
Hal ini disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Moh. Mahfud MD saat menjadi pembicara utama Seminar Nasional bertemakan ”Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Menegakkan Konstitusionalitas Indonesia” kerjasama MK-UGM Yogyakarta pada 2 Mei 2011 di Graha Sabha Pramana UGM Yogyakarta. Seminar ini diselenggarakan mulai 2-3 Mei 2011 dengan tujuan meneguhkan kembali Pancasila sebagai dasar maupun ideologi negara dan UUD 1945 sebagai landasan konstitusional Negara Kesatuan Republik Indonesia
Persoalan yang muncul saat ini, adalah Pancasila semakin terpinggir dan belum ditempatkan sebagai pedoman dan orientasi hidup berbangsa dan bernegara. Perbedaan dan keberagaman yang melahirkan Pancasila sebagai pemersatu mulai terancam, dengan upaya pemaksaan negara yang plural dengan apa yang dianggap baik menurut keyakinannya. Kemiskinan, ketidakadilan, kesenjangan dan ditambah terorisme dan radikalisme dibutuhkan negara yang memiliki kekuasaan untuk menegakkan aturan dan nilai-nilai yang disepakati bersama.
”Pancasila sudah kita kita terima, maka sudah bernilai ideologi bersama. Nilai bersama yang disepakati dengan cara melalui konstitusi dan undang-undang untuk mewujudkannya nilai-nilai itu” kata Mahfud MD. Mahfud juga menekankan sebelum menjadi kesepakatan bersama, masing-masing golongan, kelompok dan agama memilih falsafahnya sendiri. Pancasila itulah yang menjadi pemersatu atau hasil konsensus segala nilai yang dianggap baik kelompok dan agama itu untuk mewujudkan tujuan bersama dalam bingkai negara Indonesia.
Guru Besar Hukum tata negara UII Yogyakarta ini juga menyampaikan Pancasila memberikan arahan negara Indonesia adalah negara kebangsaan bukan negara agama dan juga bukan sekuler. Tidak diperbolehkan satu agama memaksakan satu agama terhadap lain, karena upaya pemaksaan melanggar fitrah manusia sendiri. ”Piagam Madinah adalah perjanjian bersama yang menetapkan sejumlah hak-hak dan kewajiban-kewajiban tidak hanya umat Islam tetapi juga non-muslim untuk menjadi satu dalam negara,” kata Mahfud mencontohkan zaman Nabi Muhammad SAW. Pancasila, kata Mahfud, perjanjian hidup atau dalam istilah Al-Qur’an disebut dengan mitsaqon gholidzho, sebagai sebuah kesepakatan hidup dalam berbangsa dan bernegara.
Dalam acara yang dihadiri peserta sekitar 500-an orang ini Mahfud mengemukakan nilai-nilai Pancasila, yaitu negara persatuan, berkedaulatan rakyat, keadilan dan berketuhanan. Jadi tidak boleh ada upaya untuk memecah belah negara. Sebagai negara demokrasi dan nomokrasi, maka semua dibicarakan secara baik-baik dan ada hukum yang mengatur. ”Selain itu, negara harus menciptakan keadilan sosial,” tegasnya. Negara harus tegas menindak segala upaya upaya untuk memaksakan ideologinya sendiri-sendiri. Mahfud menyatakan, ”Negara harus melakukan hal-hal yang tegas.”
Tempat Kembali
Pancasila menjadi tempat kembali, ketika persoalan-persoalan bangsa muncul. Mahfud menceritakan antara lain mulai dari Dekrit Presiden dan reformasi 1998, Pancasila akhirnya menjadi tempat kembali, karena didalamnya ada nilai-nilai bersama yang menyatukan kita bersama dalam negara kebangsaan.
Mahfud menggarisbawahi perlunya gerakan terorganisasi untuk menumbuhkembangkan dan menginternalisasi semangat dan nilai kebangsaan itu. Gerakan ini perlu melibatkan semua lembaga negara dan seluruh elemen masyarakat. Tujuannya adalah menggugah kesadaran kembali bahwa pluralitas kita melebur dalam Pancasila tanpa perlu penyeragaman.
Seorang Pancasilais dan nasionalis sejati, tegas Mahfud, tidak akan ingkar pada kenyataan dan kesepakatan bahwa negara Indonesia bisa sebesar ini karena dibangun dan berdiri diatas pluralitas bangsa. (Miftakhul Huda/Yoga)