Jakarta, MKOnline - Dalam memutus perselisihan hasil pemilu, Mahkamah Konstitusi (MK) terlibat dalam mengawal pemilu agar senantiasa dilandasi nilai-nilai demokrasi. Melalui kewenangan tersebut, MK berupaya menjaga agar prinsip-prinsip demokrasi sebagaimana telah disepakati dalam UUD 1945, tidak tercederai dan diterapkan sebagaimana mestinya dalam setiap tahapan pemilu.
“Sejauh ini Mahkamah Konstitusi selalu berupaya agar persoalan-persoalan yang muncul dalam pemilu terutama terkait hasil pemilu, diselesaikan dengan cara-cara yang adil dan beradab melalui mekanisme peradilan yang transparan dan akuntabel,” ungkap Sekjen MK Janedjri M Gaffar sebelum membuka resmi Temu Wicara “Peningkatan Pemahaman Berkonstitusi dan Hukum Acara MK Bagi Pengawas Pemilu di Lingkungan Bawaslu”, Jumat (29/4) sore di Hotel Arya Duta, Jakarta.
Janedjri melanjutkan, banyak faktor yang turut menentukan keberhasilan dan kualitas pelaksanaan pemilu. Selain partisipasi politik masyarakat, keberhasilan pemilu menjadi ajang demokrasi ditentukan oleh penyelenggara pemilu yang independen dan profesional, mekanisme pengawasan yang handal dan adanya peradilan yang fair terhadap kemungkinan terjadinya sengketa hasil pemilu.
“Terkait dengan penyelenggara pemilu, profesionalitas menjadi kata kunci yang sekaligus menjadi asas yang harus dipedomani oleh penyelenggara pemilu. Demikian juga pemilu akan terlaksana dengan baik manakala pengawasannya berjalan dengan baik pula,” imbuh Janedjri kepada para peserta temu wicara.
Pada umumnya pengawasan yang baik dapat dilakukan oleh pengawas yang memiliki kemampuan memperkirakan pelanggaran yang akan terjadi, sehingga dapat mengetahui, mengantisipasi atau menindak-lanjutinya.
“Mekanisme peradilan yang fair memungkinkan setiap perbedaan pendapat mengenai hasil pemilu tidak berkembang menjadi sumber konflik politik atau bahkan menjadi konflik sosial yang diselesaikan di jalanan,” kata Janedjri.
Oleh sebab itu, lanjut Janedjri, untuk mewujudkan pemilu yang dilandasi oleh nilai demokrasi dan prinsip pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia serta ‘jurdil’, maka dibutuhkan sinergitas di antara pihak-pihak yang terkait langsung dengan penyelenggaraan pemilu, termasuk masyarakat.
Sementara itu Ketua Bawaslu, Bambang Eka Cahya Widodo mengatakan bahwa hubungan antara MK dan Bawaslu merupakan hubungan yang unik. MK sebagai the guardian of constitution, sedangkan Bawaslu dan Panwaslu sebagai the guardian of fair election.
“Bawaslu, suka atau tidak suka, memiliki ikatan emosional dengan MK. Setidak-tidaknya dalam setiap PHPU yang membutuhkan keterangan Panwas, mendorong kita selalu berinteraksi dengan MK. Karena itu acara temu wicara ini merupakan salah satu upaya Bawaslu untuk meningkatkan pemahaman rekan-rekan Panwaslu tentang konstitusi,” jelas Bambang.
Temu Wicara “Peningkatan Pemahaman Berkonstitusi dan Hukum Acara MK Bagi Pengawas Pemilu di Lingkungan Bawaslu” ini rencananya akan berlangsung selama tiga hari (29 April-1 Mei). Dalam acara ini akan disajikan sejumlah materi yang disampaikan Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saefuddin, mantan Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan, anggota Bawaslu Wirdyaningsih, Hakim Konstitusi Akil Mochtar dan lainnya. (Nano Tresna A/Yoga.)