Jakarta, MKOnline - Pemerintah menganggap permohonan uji materi terhadap Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) tidak tepat dan keliru. Demikian dinyatakan oleh perwakilan Pemerintah, Mualimin Abdi, dalam persidangan mendengarkan keterangan Pemerintah, DPR, dan Saksi/Ahli, Kamis (28/4), di ruang sidang Pleno MK. Majelis Hakim dalam perkara No. 5/PUU-IX/2011 ini diketuai oleh Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Achmad Sodiki.
“Pemohon tidak menguraikan secara jelas dan tegas apakah materi muatan norma telah menegasikan pengakuan jaminan, perlindungan maupun kepastian hukum atau perlakuan yang sama didepan hukum,” jelas Mualimin. Menurutnya, Pemohon tidak dalam posisi sebagaimana didalilkannya.
Namun, menurut Mualimin, jikapun benar bahwa ada kerugian yang ditimbulkan oleh berlakunya Pasal 34 UU KPK sebagaimana didalilkan Pemohon, semestinya yang mengajukan permohonan adalah para pihak yang telah terpilih sebagai pengganti pimpinan KPK, jadi bukan para Pemohon. Sehingga, Pemerintah beranggapan, dalil para Pemohon yang menyatakan berlakuanya pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 adalah tidak tepat dan kabur (obscuur libel).
Sementara itu, terhadap dalil bahwa pasal yang diuji tersebut perlu diberikan tafsir oleh Mahkamah, berupa conditionally constitutional (konstitusional bersyarat), menurut Mualimin, juga tidak berdasar. Ia menuturkan, meskipun MK dalam beberapa putusannya dapat memberikan tafsir atas salah satu bagian dari UU, tapi hal itu tidak serta-merta dapat dilakukan. Perlu ada persyaratan atau kondisi serta alasan yang kuat terlebih dahulu hingga MK perlu memberikan batasan tafsir.
Setelah dilakukan penelitian terhadap beberapa putusan MK, kata Mualimin, terbaca bahwa MK memberikan tafsir hanya pada kondisi-kondisi tertentu saja. Diantaranya yakni, pertama, pasal itu telah menimbulkan kerugian konstitusional baik perseorangan, badan hukum maupun masyarakat hukum adat. Kedua, adanya kondisi dimana tidak ada pintu hukum atau jalan keluar ketika terjadi persoalan dalam implementasi ketentuan dalam UU. Dan ketiga, implementasinya menimbulkan keraguan, kerancuan atau memunculkan hal-hal yang tidak dapat dilaksanakan. “Dalam Pasal yang diuji tersebut tidak terdapat hal-hal ini,” katanya.
Oleh karena itu, Pemerintah berkesimpulan, ketentuan Pasal 34 UU KPK tidak perlu dimaknai konstitusinalitas secara bersyarat atau conditionally constitutional. “Dan tidak bertentangan dengan pasal 28D ayat (1) UUD 1945,” tegas Mualimin.
Hadirkan KPK
Untuk memperkuat dalil-dalilnya, rencanannya para Pemohon, Indonesia Corruption Watch (ICW) beserta Feri Amsari dkk, akan menghadirkan Pihak Terkait yakni KPK secara institusi serta Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Muhammad Busyro Muqoddas, pada persidangan berikutnya, Senin (23/5) siang. (Dodi/mh)