Jakarta, MKOnline - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak untuk seluruhnya permohonan mengenai perselisihan hasil Pemilukada Kabupaten Kaur Putaran Kedua. Demikian amar putusan Nomor 36/PHPU.D-IX/2011 yang dibacakan oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD dengan didampingi oleh tujuh hakim konstitusi, Selasa (26/4), di Ruang Sidang Pleno. Permohonan ini dimohonkan oleh Joharman Ma’in Saleh-Anhar Basaruddin.
Dalam pokok permohonan yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Anwar Usman, Pemohon mendalilkan Termohon dan pasangan calon nomor urut 5, dalam Pemilukada Kabupaten Kaur Putaran Kedua, telah melakukan pelanggaran yang bersifat masif, sistematis, dan terstruktur, di 15 kecamatan se-Kabupaten Kaur yang mempengaruhi perolehan suara Pemohon. Pemohon mendalilkan Termohon tidak netral dalam melaksanakan Pemilukada Kabupaten Kaur Putaran Kedua dan berpihak kepada pasangan calon nomor urut 5, karena tidak menindaklanjuti demonstrasi yang menuntut penuntasan laporan pelanggaran. Selain itu banyak pemilih di TPS 3 145 Sidorejo Desa Merpas, Kecamatan Nasal, Kabupaten Kaur, yang tidak dapat memilih karena surat suara habis, padahal sebenarnya masih terdapat 17 surat suara.
“Berdasarkan bukti dan fakta yang terungkap di persidangan, Mahkamah menilai Termohon tidak dapat dipersalahkan karena tidak memenuhi tuntutan demonstran terkait adanya dugaan pelanggaran Pemilukada. Hal ini karena penindakan pelanggaran Pemilukada secara pidana merupakan kewenangan Kepolisian setelah sebelumnya diproses oleh Panwaslu dan Sentra Gakkumdu. Adapun mengenai dalil bahwa di TPS 3 Desa Merpas, Sidorejo, diutamakan pemilih yang tidak terdaftar di DPT; adanya 21 pemilih dari desa lain; adanya pemilih di bawah umur; identitas pemilih tidak dicek dengan DPT; banyak pemilih tidak mencoblos karena kehabisan surat suara; dan penghitungan suara dilakukan sejak pukul 10:20 WIB, Pemohon tidak membuktikan lebih lanjut, melainkan hanya 146 mengajukan Saksi Sumispar yang dibantah oleh KPPS TPS 3 Desa Merpas bernama Muhlisin. Berdasarkan pertimbangan tersebut, menurut Mahkamah, dalil Pemohon tidak terbukti,” urai Anwar.
Kemudian, lanjut Anwar, Pemohon mendalilkan guru, PNS, dan pejabat pemerintah Kabupaten Kaur terlibat dalam sosialisasi ke masyarakat, serta penggunaan kendaraan dinas dalam rangka memenangkan pasangan calon nomor urut 5, namun Mahkamah menilai Pemohon tidak bisa membuktikan dalilnya. Adapun mengenai keterlibatan Camat Kinal bernama A. Riskan dalam mendukung pasangan calon nomor urut 5, jelas Anwar, Mahkamah meyakini kebenaran keterangan Saksi Asman Sidi bahwa Camat A. Riskan memerintahkan para kepala desa dan perangkat desa agar membantu/memfasilitasi pertandingan sepak bola antara Ikatan Kelam Kinal Padang Guci (IKKP) dengan pemuda Kinal yang dibuka oleh Calon Bupati H. Hermen Malik. Namun, meskipun terbukti pemihakan camat Kinal kepada pasangan calon nomor urut 5, untuk dapat dilakukan pemungutan suara ulang dan/atau pembatalan perolehan suara masing-masing pasangan calon di kecamatan Kinal, harus dibuktikan terlebih dahulu signifikansi pengaruh suara yang diduga diperoleh karena kecurangan/pelanggaran terhadap perolehan suara keseluruhan. Mahkamah berkesimpulan bahwa dibatalkannya dan/atau diulangnya pemungutan suara di Kecamatan Kinal, tidak berpengaruh signifikan terhadap perolehan suara masing-masing pasangan calon.
“Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Mahkamah menilai dalil Pemohon tidak terbukti. Terkait dengan Kecamatan Kinal, tanpa mengecilkan arti pelanggaran Pemilukada yang terjadi, dalil Pemohon terutama terkait signifikansi perolehan suara, dinyatakan tidak terbukti,” urainya.
Kemudian, mengenai dalil Pemohon, pasangan calon nomor urut 5 melakukan politik uang di 15 kecamatan, Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva menjelaskan berdasarkan bukti dan fakta yang terungkap di persidangan, menurut Mahkamah hal tersebut seharusnya dilaporkan terlebih dahulu kepada pihak yang berwenang, yaitu Panwaslu dan Sentra Gakkumdu untuk diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Begitu juga dengan keterangan saksi-saksi mengenai adanya politik uang seharusnya dilaporkan kepada Panwaslu atau kepada Sentra Gakkumdu. Beberapa dugaan pelanggaran memang telah dilaporkan kepada Panwaslu, dan telah ditindaklanjuti sebanyak 9 (sembilan) laporan, yang dua di antaranya, dengan pelapor bernama Artolisman dan Jhon Alfensyah, telah diteruskan ke Polres Kaur. Sedangkan laporan selebihnya tidak dapat dilimpahkan ke Polres karena tidak cukup bukti, pelapor tidak bersedia hadir, atau laporan daluarsa. Laporan yang diteruskan kepada Polres Kaur masih dalam proses penanganan, yang artinya belum terbukti secara hukum bahwa terdapat pelanggaran berupa politik uang.
“Seandainyapun terjadi pelanggaran politik uang, Pemohon masih harus membuktikan bahwa politik uang yang terjadi benar-benar mempengaruhi pilihan pemilih dan hasilnya cukup signifikan mengubah konstelasi perolehan suara masing-masing pasangan calon. Karena tidak dipenuhinya dua hal tersebut, yaitu fakta hukum mengenai tindakan politik uang dan keberhasilannya mempengaruhi pilihan pemilih yang signifikan mengubah konstelasi perolehan suara, maka dalil Pemohon, menurut Mahkamah, harus dinyatakan tidak terbukti,” jelas Hamdan.
Berdasarkan penilaian hukum di atas, dalam rangkaian satu dengan yang lain, lanjut Hamdan, Mahkamah berpendapat bahwa pokok permohonan Pemohon tidak terbukti secara signifikan mempengaruhi hasil Pemilukada Kabupaten Kaur Putaran Kedua Tahun 2011. “Selain itu, Mahkamah tidak menemukan adanya pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif,” ujar Hamdan.
Oleh karena itu, dalam konklusi yang dibacakan oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD, Mahkamah berkesimpulan eksepsi Termohon dan Pihak Terkait tidak berdasar dan tidak beralasan hukum dan permohonan Pemohon tidak terbukti menurut hukum. “Menyatakan dalam Eksepsi, menolak Eksepsi Termohon dan Pihak Terkait. Dalam Pokok Perkara, menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” tandas Mahfud. (Lulu Anjarsari/mh)