Jakarta, MKOnline - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan, sekarang ada kekhawatiran bahwa reformasi 1998 di Indonesia termasuk bidang hukum, “berbalik arah”. Masa transisi berjalan terlalu lama. Normalnya, transisi berjalan sesudah dua kali pemilu. Setelah itu memasuki masa konsolidasi. Setelah terjadi reformasi, kabarnya bangsa Indonesia akan masuk masa transisi. Namun kenyataannya, sejak 1998 sampai sekarang, belum jelas kita memasuki masa transisi atau konsolidasi.
“Jangankan konsolidasi, penataan aparat hukum saja harus bolak-balik. Bahkan saya menengarai, situasi sekarang mau berbalik arah. Dari otoriter ke transisi, lalu dari transisi ke konsolidasi, dan sekarang mau balik lagi ke belakang,”ungkap Mahfud yang menjadi narasumber Seminar “Politik Penegakan Hukum HAM dan Peradilan di Indonesia” serta Peluncuran Buku “Tragedi Politik Hukum HAM”karya Suparman Marzuki yang diselenggarakan Komisi Yudisial (KY), Selasa (26/4) siang.
Mahfud menerangkan, Indonesia membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan wewenang khusus sebagai lembaga Ad Hoc. Tetapi sekarang, ternyata kewenangan khusus itu rupanya akan dibelokkan lagi.
“Misalnya, KPK tidak boleh menyidik, padahal itu merupakan kewenangan khusus dan itu transisi. Sekarang dikatakan, korupsi kalau di bawah 25 juta, tidak usah dihukum. Ini kan sangat berbahaya. Padahal ada UU yang menyebutkan bahwa gratifikasi di bawah 10 juta saja harus dibawa ke pengadilan. Jelas ini pembelokkan,” kata Mahfud prihatin.
Dikatakan Mahfud, pada masa transisi, harus lebih berhati-hati. Karena pada masa transisi bisa mengancam disintegrasi, negara mengalami perpecahan. Contohnya, di bidang ideologi, pada masa transisi bisa terjadi tawaran-tawaran ideologi baru, menolak ideologi yang sudah mapan. Masa transisi juga menyebabkan situasi yang anomali.
“Anomali berarti menolak hukum yang lama, sedangkan hukum yang baru tidak disepakati karena terus terjadi konflik,” imbuh Mahfud yang didampingi narasumber lainnya, Valina Singka Subekti selaku Ketua Program Pascasarjana Ilmu Politik FISIP UI dan Ifdhal Kasim sebagai Ketua Komnas HAM.
Mahfud mengutarakan, gejala “pembalikkan” di Indonesia cukup menonjol pada masa sekarang. Hal itu terlihat dari sejumlah fakta, misalnya lembaga politik yang dulunya responsif, kini dalam prosesnya pun tidak. Apalagi substansi dari lembaga politik, sudah mulai kacau. Fakta kedua, ada perasaan tidak bersalah bila mengalami kesalahan. Termasuk tidak bisa menerima kritik, serta berupaya membenahi kesalahannya. “Fakta berikutnya, UU yang sudah bagus, tiba-tiba mau dibongkar dengan alasan yang dicari-cari,”
Sementara itu Valina Singka Subekti selaku Ketua Program Pascasarjana Ilmu Politik FISIP UI mengatakan bahwa politik hukum adalah kebijakan politik yang menentukan aturan hukum yang seharusnya berlaku untuk mengatur kehidupan bermasyarakat bernegara. Sementara legislasi adalah proses pembuatan UU di DPR. Dengan demikian, politik hukum legislasi adalah kebijakan politik untuk menentukan arah pembentukan UU yang dibutuhkan masyarakat
Mengenai Buku “Tragedi Politik Hukum HAM” intinya membahas politik hukum HAM pemerintah era reformasi dalam pembuatan hukum HAM, baik yang bersifat hukum HAM umum maupun hukum khusus yang menjadi landasan hukum penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu. (Nano Tresna A./mh)