Jakarta, MKOnline - Langkah pasangan Albert Tuliahanuk-Yorim Enadama untuk menjadi Bupati dan Wakil Bupati Yalimo harus terhenti. Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menolak seluruhnya permohonan Albert Tuliahanuk-Yorim Enadama pada Rabu (20/4). Putusan dengan Nomor 35/PHPU.D-IX/2011 ini dibacakan oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD dengan didampingi oleh tujuh hakim konstitusi di Ruang Sidang Pleno MK.
Dalam pendapat Mahkamah yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva, Pemohon mendalilkan Termohon tidak menetapkan perolehan suara masing-masing Pasangan Calon dalam bentuk surat keputusan namun hanya dalam bentuk berita acara beserta lampirannya. Setelah Mahkamah memeriksa bukti-bukti yang diajukan Pemohon dan Termohon, lanjut Hamdan, Mahkamah telah menemukan fakta bahwa Termohon telah menerbitkan Surat Keputusan Nomor 20/KPU-YL/III/2011 tentang Penetapan dan Pengesahan Hasil Perolehan Suara Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Kabupaten Yalimo Tahun 2011 tanggal 24 Maret 2011. “Dengan demikian menurut Mahkamah dalil Pemohon tidak terbukti dan tidak beralasan menurut hukum,” jelasnya.
Pemohon, terang Hamdan, juga mendalilkan telah terjadi pelanggaran-pelanggaran pada saat pelaksanaan Pemilukada di Distrik Abenaho antara lain saksi Pasangan Calon dari luar daerah Landikma dilarang memasuki daerah Landikma, Ikatan Keluarga Landikma membuat Formulir Berita Acara Hasil Rekapitulasi Penghitungan Suara dan disebarkan ke 12 TPS, pelaksanaan pemungutan suara dilaksanakan dengan istilah “buka tutup”, yaitu dimulai jam 08.00 pagi dan ditutup jam 09.00 pagi, Tim Sukses Pasangan Calon Nomor Urut 2 melakukan perampasan kotak suara di TPS Fialem dan ketidaknetralan Pihak Kepolisian. Terhadap permasalahan hukum tersebut di atas, jelas Hamdan, setelah Mahkamah mempelajari dan mencermati dengan saksama dalil Pemohon, keterangan Termohon, bukti Pemohon dan Termohon, menurut Mahkamah dalil-dalil Pemohon tersebut di atas tidak dibuktikan oleh bukti-bukti yang meyakinkan.
“Berdasarkan Berita Acara Hasil Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara di Tingkat TPS maupun di Tingkat Distrik Abenaho yang diajukan oleh Termohon, tidak ada saksi dari semua Pasangan Calon yang mengajukan keberatan dan semua saksi menandatangani berita acara tersebut. Lagi pula jika pun ada pelanggaran yang didalilkan oleh Pemohon di Distrik Abenaho, quod non, bukan merupakan pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif yang mempengaruhi perolehan suara Pasangan Calon. Oleh karena itu, menurut Mahkamah dalil Pemohon tidak terbukti dan tidak beralasan hukum,” terangnya.
Sementara itu, mengenai dalil Pemohon tentang adanya pelanggaran di Desa Honita, Distrik Elelim, di antaranya penggabungan 3 TPS menjadi 1 TPS, dan melakukan pencoblosan di ruang tertutup di Kantor Desa Honita bersama 24 orang, Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi menjelaskan bahwa bukti Pemohon kurang meyakinkan. Setelah Mahkamah memeriksa secara saksama bukti-bukti yang diajukan Pemohon dan Termohon serta berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, jelas Fadlil, menurut Mahkamah bukti-bukti yang diajukan Pemohon tidak cukup meyakinkan bahwa ada penggabungan tiga TPS menjadi satu TPS, serta adanya pencoblosan oleh Ketua KPPS Desa Honita di ruang tertutup.
“Karena sesuai dengan bukti-bukti yang diajukan oleh Termohon berupa Berita Acara pemungutan suara dan penghitungan suara Pemilukada di beberapa TPS di Distrik Elelim tidak ada yang menunjukkan adanya penggabungan beberapa TPS menjadi satu TPS dan semua Pemilih menggunakan haknya untuk memilih. Apalagi sesuai fakta yang terungkap di persidangan, pada saat rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara, semua saksi Pasangan Calon hadir dan tidak ada yang mengajukan keberatan terhadap hasil rekapitulasi penghitungan suara tersebut. Oleh karena itu, menurut Mahkamah, dalil-dalil Pemohon tersebut di atas tidak terbukti dan tidak beralasan,” jelasnya.
Untuk dalil Pemohon mengenai adanya pelanggaran di Distrik Benawa mengenai adanya pembagian suara di Desa Trikora, dugaan money politic, serta keterlibatan Wakil Ketua DPRD Yalimo, Hakim Konstitusi M. Akil Mohtar menjelaskan dalil Pemohon tersebut tidak dibuktikan oleh bukti yang cukup meyakinkan. Lagipula berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan tidak ada satupun Anggota PPD Distrik Benawa yang menerima uang dari siapapun. Mengenai Anggota DPRD Kabupaten Yalimo yang menjadi Tim Sukses Pasangan Calon Nomor Urut 2, menurut Mahkamah, lanjut Akil, hal tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku, karena sebagai anggota DPRD yang notabene berasal dari partai politik mempunyai tanggung jawab untuk memenangkan pasangan calon yang didukung atau diusung oleh partainya. Dengan demikian, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah, dalil-dalil Pemohon tidak beralasan dan harus dikesampingkan.
“Berdasarkan keseluruhan rangkaian fakta, menurut Mahkamah pelanggaran-pelanggaran yang didalilkan oleh Pemohon jikapun ada, quod non, tidak terbukti bersifat terstruktur, sistematis, dan masif, serta tidak signifikan mempengaruhi hasil Pemilukada yang menentukan keterpilihan pasangan calon, sehingga permohonan Pemohon tidak terbukti menurut hukum. Berdasarkan seluruh uraian pertimbangan di atas, Mahkamah berpendapat Pemohon tidak dapat membuktikan dalil dan alasan hukum permohonannya,’ urai Akil.
Oleh karena itu, dalam konklusi yang dibacakan oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD, Mahkamah menyimpulkan Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan a quo. “Permohonan diajukan masih dalam tenggang waktu yang ditentukan. Pokok Permohonan tidak beralasan hukum dan tidak terbukti,” tandas Mahfud. (Lulu Anjarsari/mh)