PT. Yala Tekno Geothermal Ajukan Pengujian UU Kepailitan
Rabu, 20 April 2011
| 21:11 WIB
Kuasa Pemohon Permata N Daulay (kiri), Rahmat Siregar (paling kanan) bersama Darmatyanto dan Febrimansyah Lubis (Pemohon Prinsipal) dalam sidang perdana uji materi Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Pasal 222 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 224 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 225 ayat (3), serta Pasal 235 ayat (1), rabu (20/4) di Ruang Sidang Pleno Gedung Mahkamah Konstitusi (MK).
Jakarta, MKOnline – Direktur PT. Yala Tekno Geothermal, Febrimansyah Lubis mengajukan permohonan Pengujian UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Bersama Darmatianto, Direktur PT. Yala Tekno Geothermal, Febrimansyah mengajukan pengujian Pasal 222 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 224 ayat (3) dan ayat (4), Pasal 225 ayat (3), serta Pasal 235 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU.
Febrimansyah Lubis dan Darmatianto (direktur) selaku Prinsipal Pemohon menghadiri sidang pertama pengujian UU Kepailitan dan PKPU yang mereka mohonkan ke MK. Keduanya dalam persidangan tersebut didampingin para kuasanya, yaitu Permata N. Daulay dan Rahmat K. Siregar.
Melalui kuasa hukumnya, Pemohon menjelaskan di hadapan Panel Hakim mengenai pokok Permohonan. Daulay, kuasa hukum Pemohon, mengatakan bahwa kliennya merupakan Termohon PKPU di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Sedangkan Pemohon pada perkara PKPU tersebut adalah kreditur. Pada awalnya kreditur tersebut bermasalah dengan pihak PT. Yala Tekno Geothermal (Pemohon) mengenai perebutan lahan atau objek proyek milik Pemohon. Namun, kreditur tersebut justru membeli hak tagih yang sebelumnya ada di BPPN. Sejak saat itulah Pemohon PKPU tersebut menjadi kreditur bagi Pemohon PUU Kepailitan.
PT. Yala Tekno Geothermal merasa dalam UU Kepailitan tidak ada perlindungan atau keseimbangan kreditur dan debitur. PT Yala Tekno Geothermal mengaku tetap ingin membayar hutangnya, namun kreditur tersebut dianggap ingin mempailitkan PT Yala Tekno Geothermal. “Sebagai debitur kami menganggap hutang adalah tetap hutang dan harus tetap dibayar. Namun, dalam perlakuan PKPU, kami melihat bahwa lembaga peradilan niaga telah dimanfaatkan oleh Pemohon PKPU untuk kepentingan tertentu,” ujar Daulay.
Lebih lanjut, Daulay mengatakan pihaknya telah mengajukan bantahan di Pengadilan Niaga perihal kedudukan kreditur tersebut. Namun, karena dalam UU Kepailitan disebutkan pada Pasal 22 ayat (1) yang berbunyi, “PKPU diajukan oleh debitur yang mempunyai satu kreditur atau lebih,” dan ayat (3) yang berbunyi, “Kreditur memperkirakan bahwa debitur tidak dapat melanjutkan membayar hutangnya dan sudah jatuh waktu dan dapat mohon agar kepada debitur diberikan penundaan kewajiban pembayaran hutang untuk itu kemudian debitur mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang krediturnya.”
Pihak PT. Yala Tekno Geothermal kemudian bermaksud mengusulkan perdamaian dan berkeyakinan dapat menyelesaikan semua kewajiban. Tapi Pemohon PKPU yang merupakan kreditur mayoritas dengan tagihan yang signifikan menurut pihak PT. Yala Tekno Geothermal akan menolak kami ajukan rencana perdamaian apa pun yang diajukan PT. Yala Tekno Geothermal. “Potensi kami dinyatakan pailit itu yang kami khawatirkan,” ujar Daulay mengungkapkan kekhawatiran kliennya.
Selain itu, PT. Yala Tekno Geothermal juga merasa dirugikan dengan adanya Pasal 22 ayat 1 yang menyatakan, “Pemohon adalah kreditur pengadilan wajib memanggil debitur melalui juru sita dengan surat kilat tercatat paling lambat tujuh hari sebelum sidang.” Namun, PT Yala Tekno Geothermal justru dipanggil satu hari sebelum sidang. sehingga mereka tidak punya waktu untuk persiapan.
Selain itu, berkaitan Pasal 225 ayat (3), PT. Yala Tekno Geothermal menganggap pasal tersebut membuat Pengadilan Niaga tidak punya peluang menolak permohonan Pemohon PKPU. Hal itu menjadikan permohonan Pemohon PKPU (kreditur) mau tidak mau harus dikabulkan oleh pengadilan. Dengan dikabulkannya permohonan tersebut kemudian menyebabkan PT. Yala Tekno Geothermal tidak bisa melakukan upaya hukum apa pun termasuk kasasi ke MA.
“Apabila kreditur tersebut benar-benar kreditur yang ingin menagih piutangnya kepada kami, kami bisa menerimanya karena itu adalah kewajiban. Tapi kreditur ini adalah kreditur yang memanfaatkan lembaga pengadilan niaga untuk mencapai tujuannya dan sudah dilakukan sejak enam tahun lalu,” tukas Daulay. (Yusti Nurul Agustin/mh)